Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu mengusulkan dibentuknya Dewan Kebijakan Ekonomi Makro, bukan Dewan Moneter, terkait dengan amandemen Undang-Undang (UU) Bank Indonesia (BI).
Menurut Anggito, meski Bank Indonesia bersifat independen, namun kebijakan moneter tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya sinkronisasi, termasuk dari sisi pembangunan jangka pendek dan jangka panjang.
Oleh karena itu, peran dan tujuan BI seharusnya bisa diperluas. Tidak hanya menjaga stabilitas makroekonomi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengelolaan makroprudensial, dukungan pada sektor fiskal, dan mikroprudensial, serta menciptakan lapangan kerja.
Anggito menuturkan, hampir semua negara memandatkan Bank sentralnya untuk melakukan tugas di pertumbuhan ekonomi, hanya Ban Indonesia yang tugasnya sangat sempit, yakni hanya menciptakan dan memelihara kestabilan harga dan rupiah.
"Tata kelola ini dimungknkan. Saya mengusulkan dibentuk Dewan Kebijakan Ekonomi Makro, bukan Dewan Moneter, supaya tidak disalahartikan sebagai intervensi pemerintah ke Bank Indonesia," katanya saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (15/9/2020).
Anggito menjelaskan, mekanisme Dewan Kebijakan Ekonomi Makro sebenarnya sudah masuk dalam UU No. 3/2004, tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, namun tidak dibentuk tata kelola yang permanen.
Baca Juga
Sebenarnya, imbuh dia, transformasi BI pada 2004 lalu dilakukan karena kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998. Namun saat ini, BI sudah memiliki tata kelola yang baik, maka mandat BI seharusnya diperluas.
"Sangat tepat dilakukan amademen. Bukan karena krisis, tapi memang secara kelembagaan BI sudah mampu mengelola perekonomian makro dengan baik, ditunjukkan dengan penurunan inflasi inti, suku bunga, dan meningkatkan kebutuhan cadangan devisa," jelas Anggito.