Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan kondisi likuiditas di perbankan saat ini lebih dari cukup.
Perry mengatakan, hingga 15 September 2020, BI telah menambah likuiditas (quantitative easing/QE) di perbankan sebesar Rp662,1 triliun.
QE yang digelontorkan BI, terutama bersumber dari penurunan giro wajib minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp491,3 triliun.
"Kondisi likuiditas lebih dari cukup sehingga terus mendorong penurunan suku bunga dan kondusif bagi pembaiyaan perekonomian," katanya, Rabu (17/9/2020).
BI juga mencatat rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada pada level yang tinggi, yakni 29,22 persen pada Agustus 2020.
Likuiditas berlebih di perbankan juga tercermin dari rendahnya suku bunga pasar uang antar bank overnight, sekitar 3,31 persen pada Agustus 2020.
Baca Juga
Perry mengutarakan, longgarnya likuiditas serta penurunan suku bunga yang telah dilakukan BI pun berkontribusi menurunkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Agustus 2020 dari 5,63 persen dan 9,47 persen pada Juli 2020 menjadi 5,49 persen dan 9,44 persen.
Meski demikian, imbuhnya, fungsi intermediasi masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas sejalan dengan permintaan yang belum kuat karena dunia usaha masih tertekan. Di samping itu, perbankan juga masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
"Intermediasi perbankan diharapkan kembali membaik sejalan dengan prospek perbaikan ekonomi domestik," jelas Perry.
Adapun, Rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 September 2020, memutuhkan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada level 4 persen. Tingkat suku bunga ini merupakan yang terendah sejak 2016.