Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Tahan Suku Bunga Acuan Tetap 4 Persen, Masih Ada Peluang Pemangkasan?

Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk tidak menurunkan suku bunga merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, stance moneter BI tetap akomodatif meski mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16-17 September 2020 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di level 4 persen.

Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk tidak menurunkan suku bunga merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, stance moneter BI tetap akomodatif meski mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi.

"Kami setuju dengan bank sentral dan berpandangan bahwa kebijakan moneter dan fiskal saat ini sudah cukup," katanya, Kamis (17/9/2020).

Adapun, dalam menjaga tersedianya pasokan likuiditas, BI menggelontorkan quantitative easing sebesar Rp662 triliun. BI juga memperpenjang periode insentif penurunan rasio giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps) hingga Juni 2021 bagi bank penyalur kredit bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), ekspor impor, dan sektor prioritas non-UMKM.

Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro, ruang pemangkasan suku bunga acuan masih terbuka hingga akhir tahun. Dia menjelaskan dari sisi eksternal memungkinkan BI memiliki kebijakan moneter yang longgar seperti yang telah diisyaratkan The Fed untuk mempertahankan tingkat suku bunga mendekati nol, setidaknya hingga 2023.

Di samping itu, dia menilai kondisi ekonomi domestik juga mendukung kebijakan moneter untuk memiliki benchmark rate yang relatif lebih rendah karena adanya kebutuhan untuk mempercepat program pemulihan ekonomi basional.

"Latar belakang pandemi Covid-19 saat ini mendukung BI untuk melakukan pelonggaran moneter guna mendorong pertumbuhan," jelasnya.

Faktor lainnya, adalah tingkat inflasi yang rendah. Inflasi diperkirakan mencapai 1,95 persen pada akhir tahun, hal ini dipengaruhi masih melemahnya permintaan akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia diperkirakan akan menyempit menjadi -1,49 persen dari PDB, dibandingkan tahun lalu -2,72 persen dari PDB, karena membaiknya surplus perdagangan.

Karena itu, beberapa faktor tersebut, yaitu sikap moneter The Fed yang dovish, rendahnya inflasi Indonesia, menyusutnya CAD, dan lesunya pertumbuhan ekonomi di tahun 2020, akan mendorong BI untuk tetap memiliki kebijakan moneter yang akomodatif ke depannya.

"Kami memproyeksikan BI7DRR menjadi 3,75 persen pada akhir tahun 2020," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper