Bisnis.com, JAKARTA — Pandemi virus corona dinilai tidak mendatangkan risiko baru bagi industri asuransi umum, tetapi justru memperbesar risiko yang sudah ada. Dalam kondisi di ambang resesi pun industri perlu mengoptimalkan potensi lini bisnis dan nasabah yang belum tergarap.
Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Didit Mehta Pariadi menjelaskan bahwa pandemi Covid-19, yang merupakan masalah kesehatan, tidak secara langsung memukul industri asuransi kerugian. Namun, perlambatan aktivitas ekonomi membuat penjualan asuransi umum ikut melorot.
Meskipun tidak terdapat risiko baru seperti halnya yang terjadi di industri asuransi jiwa, industri asuransi umum turut mengalami kontraksi karena dua lini bisnis utamanya sangat terhambat, yakni asuransi properti dan kendaraan bermotor.
Baca Juga : Kini, Beli Asuransi Jasindo Bisa di Blibli Lho! |
---|
"Pandemi Covid-19 ini bagi asuransi umum tidak menimbulkan risiko baru, hanya memperkuat risiko yang ada. Lini yang sudah kuat sebelumnya relatif tidak akan terlalu terganggu saat pandemi ini," ujar Didit pada Kamis (24/9/2020).
Didit menilai bahwa sejumlah lini bisnis asuransi memiliki potensi untuk melemah selama masa pandemi, seperti asuransi pariwisata atau perjalanan, penerbangan, kendaraan bermotor, konstruksi dan infrastruktur, migas, serta keuangan yang di antaranya meliputi asuransi kredit dan penjaminan.
Meskipun begitu, terdapat sejumlah lini bisnis yang berpotensi menguat saat pandemi, seperti asuransi agribisnis, telekomunikasi, e-commerce, serta pengangkutan untuk produk-produk farmasi dan alat kesehatan.
Menurut Didit, dalam kondisi itu perusahaan-perusahaan asuransi perlu memetakan kekuatannya sendiri, potensi kompetitor, dan kontestasi industri. Hal tersebut karena industri asuransi umum memiliki pangsa pasar yang relatif seimbang.
"Di industri asuransi umum tidak ada satu pun yang mendominasi, semua sama-sama pangsa pasarnya terbagi. Pada saat potensinya sedang tertekan, dalam situasi terbagi rata antara pemain satu dan lainnya, inklusi asuransi yang masih rendah menjadi kendala utama," ujar Didit.
Saat ini industri menghadapi kondisi pasar yang penuh tekanan, sehingga belanja proteksi yang bersifat sekunder, atau bahkan tersier akan dikurangi. Korporasi akan mulai berpikir untuk mendapatkan penawaran premi terendah dari asuransi umum, atau bahkan mengurangi proteksi berisiko rendah atau menengah.
Hal tersebut menjadi temuan Jasindo dalam beberapa waktu terakhir. Didit bertutur bahwa beberapa nasabah korporasi bahkan sudah terang-terangan menanyakan kemungkinan penundaan pembayaran premi, diskon premi, hingga penghentian proteksi sejumlah aset.
Hal sebaliknya terjadi di sisi klaim, di mana para nasabah justru meminta proses klaim dipercepat karena menyangkut arus kas mereka. Bahkan, menurut Didit, terdapat salah satu nasabah yang pernah berkata dirinya harus lebih sering melakukan klaim agar bisa memperoleh dana dari asuransi.
"Dunia usaha hanya memproteksi risiko menengah dan tinggi, yang rendah tidak, kondisi ini tidak sehat untuk asuransi. Secara umum akan terjadi di semua perusahaan, risk appetite harus disesuaikan," ujarnya.
Didit menilai bahwa dalam kondisi yang berat itu perusahaan asuransi harus cermat memanfaatkan berbagai peluang. Salah satu strateginya yakni dengan menggaet nasabah potensial yang memiliki hubungan dengan nasabah eksisting.
"Saya pernah berbincang dengan beberapa konglomerasi milik negara, bertemu dengan induknya. Mereka bilang dengan santai ada 40 anak usahanya yang belum disentuh, itu bisa menjadi peluang," ujar Didit.