Bisnis.com, JAKARTA - Rencana merger bank syariah anak usaha bank BUMN dinilai bakal melahirkan bank syariah yang lebih kompetitif, sehingga turut memperkuat daya saing dan pertumbuhan ekonomi.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2015-2020 Fauzi Ichsan berpendapat industri perbankan syariah memiliki prospek besar untuk tumbuh lantaran Indonesia mempunyai penduduk muslim terbesar di dunia. Fakta ini membuat potensi market keuangan dan ekonomi syariah yang besar untuk dikembangkan.
“Penduduk muslim Indonesia terbesar di dunia, sekitar 229 juta orang. Namun, tingkat literasi dan inklusi keuangan, terutama keuangan syariah, rendah. Kurang dari 40 persen penduduk Indonesia memiliki akses layanan perbankan. Ini membuat potensi sektor keuangan, konvensional dan syariah, besar untuk tumbuh,” ujar Fauzi dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (11/10/2020).
Menurutnya, aksi konsolidasi bisa berdampak pada turunnya biaya penggalangan dana bank syariah. Penurunan biaya pendanaan ini memungkinkan bank syariah hasil konsolidasi nanti memiliki ruang gerak lebih luas untuk menyalurkan pembiayaan terjangkau.
Selain itu, merger juga dianggap menjadi solusi untuk mengatasi tingginya biaya operasional dan capital expenditure yang kerap dialami perbankan syariah.
“Dengan konsolidasi, biaya penggalangan DPK, biaya operasional dan biaya capex, yang tadinya beberapa bank investasi di hardware dan software yang sama, bisa ditekan. Ini membuat bank merger bisa lebih kompetitif,” imbuhnya.
Prospek cerah juga dimiliki perbankan syariah karena industri ini terbukti mampu bertahan di tengah pengaruh buruk pandemi Covid-19. Bahkan, kinerja industri perbankan syariah tercatat lebih baik dibanding kondisi perbankan konvensional.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan (PYD) perbankan syariah per Juni 2020 mencapai 10,13 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan penyaluran kredit perbankan konvensional yakni 1,49 persen yoy pada periode tersebut.
Selain itu, perbankan syariah mencatat kenaikan nilai Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibanding bank-bank konvensional. Pada periode yang sama, pertumbuhan DPK perbankan syariah di Indonesia mencapai 9 persen yoy, sedangkan industri perbankan konvensional mencapai 7,95 persen yoy.
Dari sisi permodalan, bantalan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan syariah juga terjaga di angka 21,20 persen per Juni 2020. Rasio ini jauh di atas ambang batas kecukupan modal yang diatur otoritas sekitar 12 persen-14 persen.
“Dengan keterpurukan sektor finansial global, tapi perbankan syariah masih resilient. Bahkan karena perbankan syariah relatif muda usianya di Indonesia, beberapa bank sudah mengembangkan layanan digital lebih baik dan robust daripada bank konvensional,” tutur Fauzi.
Demi memperkuat pertumbuhan dan penetrasi layanan perbankan syariah, Fauzi menyarankan agar akuisisi atau merger bank-bank ini segera dilakukan. Aksi ini dibutuhkan untuk mengangkat daya saing perbankan syariah terhadap bank konvensional.
“Beberapa bank perlu merger untuk meningkatkan skala ekonomi dan kemampuan bersaingnya. Harus ada kepastian agar bank syariah memiliki induk perusahaan atau investor pengendali yang keuangannya kuat,” imbuh Fauzi.
Saat ini pemerintah melalui Kementerian BUMN berencana untuk melakukan merger atas bank-bank syariah kepunyaan anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Ada 3 bank syariah milik negara yang kini berstatus Bank Umum Syariah (BUS) yakni PT Bank BRI Syariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah. Kementerian BUMN menargetkan merger bank syariah anak bank BUMN dapat terealisasi pada Februari 2021.