Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menilai merger yang dilakukan oleh bank-bank syariah merupakan langkah yang diperlukan saat ini untuk meningkatkan daya saing.
Adapun, bank-bank syariah yang rencananya akan dimerger adalah PT Bank BRI Syariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah. Target merger ketiga bank syariah BUMN tersebut rampung pada Februari 2021. Selain itu, PT Bank Central Asia Syariah dan PT Bank Interim Indonesia juga akan melakukan merger yang direncanakan prosesnya akan rampung pada tahun ini.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya telah mendorong konsolidasi perbankan sebagai bagian memperkuat industri perbankan. Konsolidasi ini bertujuan agar industri perbankan lebih memiliki potensi pengembangan dan meningkatkan jaringan layanan.
Menurutnya, konsolidasi ini akan membuat tercapainya efisiensi yang memiliki multiplier effect bagi perekonomian. "Ini harus menjadi suatu kebutuhan karena ini meningkatkan juga daya saing," katanya kepada Bisnis, Senin (12/10/2020).
Otoritas juga mendukung upaya merger dan akuisisi perbankan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing. "Agar terjadi industri perbankan yang sehat, kompetitif, dan memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih baik untuk memberikan kontribusi terbaik dalam pembangunan ekonomi," paparnya.
Terkait dengan penggabungan merger perbankan syariah yang merupakan anak usaha bank pelat merah, Wakil Direktur Bank Mandiri Hery Gunardi menuturkan merger tersebut akan segera. Hanya saja, pengumuman detil yang akan dilakukan masih belum bisa dia beberkan. "Iya [ada pengumuman], nanti saja ada release, saya juga tidak ingat detilnya," katanya saat dihubungi terpisah.
Baca Juga
Lebih lanjut, Hery menegaskan proses merger perbankan syariah tersebut masih akan berlangsung. Secara legal, perbankan syariah BUMN baru akan dilakukan merger secara legal pada kuartal I/2021.
Dia juga memastikan bahwa proses merger ini nantinya akan membuat bank hasil merger akan menjadi anak usaha bersama Bank BUMN. Hanya saja, Hery belum bisa menyebutkan mengenai porsi kepemilikan masing-masing bank bumn pada bank hasil merger. "Belum bisa dijawab, masih berproses," sebutnya.
Pada perkembangan lain, PT Bank BCA Syariah juga berencana melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) pada November 2020 yang membahas mengenai merger dengan PT Bank Interim Indonesia, sebelumnya bernama PT Bank Rabobank International Indonesia.
Direktur BCA Syariah Pranata Nazamuddin mengatakan salah satu agenda yang akan dibahas oleh pemegang saham yakni terkait konversi saham atas merger kedua entitas itu. Pembahasan mengenai konversi saham berkaitan dengan merger yang ditarget rampung sebelum 2021.
Berdasarkan prospektus penggabungan kedua bank, akan dilakukan konversi saham Bank Interim menjadi saham BCA Syariah (BCAS) sebagai bank hasil penggabungan. Sebanyak 3,72 juta saham Bank Interim akan memberikan hak bagi pemegang saham Bank Interim atas 258.883,207 saham di BCAS. Setiap satu saham di Bank Interim akan memberikan hak bagi pemegang saham Bank Interim atas 0,07 saham di BCAS.
"Direncanakan bulan November RUPS, salah satu agendanya terkait saham, untuk realisasi merger kita masih rencanakan selesai sebelum tahun depan," kata Pranata kepada Bisnis, Senin (12/10/2020).
Menurutnya, hingga saat ini, BCAS belum melakukan perubahan terhadap rencana bisnis ke depan dan kinerjanya masih berjalan sesuai target semula. Sejauh ini pertumbuhan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) masih sama dengan rencana sebelumnya. "Untuk rencana ke depan tentukan akan kami terus sesuaikan seiring dengan kondisi perekonomian ke depan," katanya.
Meskipun demikian, berdasarkan prospektus, posisi penyaluran kredit dan penghimpunan DPK Bank Interim telah mencapai posisi nol pada 31 Juli 2020. Hal ini seiring dengan telah selesainya proses pelunasan, pengalihan, dan penjualan loan portofolio kepada pihak ketiga maupun Cooperative Rabobank U.A., Singapore Branch.
Dari sisi rentabilitas, Bank Interim membukukan rugi bersih tahun berjalan sampai dengan 31 Juli 2020 senilai Rp476,41 miliar. Kerugian tersebut sudah diproyeksikan dalam rencana bisnis bank seiring dengan proses penggabungan yang akan dijalankan. Pranata pun meyakini, kerugian tersebut tidak akan berdampak buruk bagi BCAS.
"Kalau merugikan tidak, karena secara permodalan kita akan meningkat yang tentunya hal ini akan membuat bank lebih kuat dalam melakukan ekspansi bisnis dan infrastruktur ke depannya," sebutnya.