Bisnis.com, JAKARTA - Proses merger tiga bank syariah milik Bank BUMN dinilai tak perlu melewati proses penawaran tender wajib (tender offer) meski terjadi perubahan pemegang saham pengendali sebagai hasil proses merger.
Sesuai dengan dokumen Ringkasan Rencana Merger yang dipublikasikan di Bisnis Indonesia, Rabu (21/10/2020), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. akan menjadi pemegang saham pengendali baru dari Bank Hasil Penggabungan nantinya dengan persentase kepemilikan saham sebesar 51,2%. Perolehan komposisi saham akhir PT Bank BRIsyariah Tbk. (BRIS) sebagai bank penerima penggabungan dikonversi berdasarkan perhitungan market valuation dari ketiga bank peserta penggabungan, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.
Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky menjelaskan bahwa tender offer dalam mega-merger bank Syariah milik Himbara ini tidak wajib dilakukan. Hal ini tertuang jelas dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
“Peraturan OJK itu menegaskan situasi krisis 2008, di mana saat itu mandatory tender offer dicabut karena alasan krisis mempercepat corporate restructuring. Hingga saat ini regulasi tersebut tetap diberlakukan oleh OJK. Jadi, sekarang posisinya tidak tender offer, juga tidak apa-apa,” katanya seperti dikutip dalam rilis, Rabu (23/10/2020).
Penawaran Tender Wajib (tender offer) yang diatur dalam Peraturan OJK tersebut adalah penawaran untuk membeli sisa saham Perusahaan Terbuka yang wajib dilakukan oleh pemegang saham pengendali baru. Namun pada Pasal 23 POJK tersebut menyebutkan bahwa perubahan pengendali yang diakibatkan karena penggabungan usaha (merger) dikecualikan dari kewajiban Tender Offer.
Sebelumnya hal senada juga dikatakan oleh Kepada Riset Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma terkait tidak perlunya tender offer dalam merger tiga bank Syariah besar ini. “Kayaknya sih tidak ada tender offer. Pemerintah biasanya ada justifikasinya,” jelas Suria.
Baca Juga
Meskipun tidak wajib dilakukan tender offer dalam merger ini, dokumen Ringkasan Rencana Penggabungan tiga bank Syariah mencantumkan skema untuk melindungi hak-hak pemegang saham minoritas yang tidak setuju terhadap penggabungan ini. Para pemegang saham minoritas tersebut diberikan kesempatan untuk meminta sahamnya dibeli dengan harga wajar sebagaimana dinilai oleh penilai independen oleh pembeli siaga yang ditunjuk oleh BRIS.
Terkait dengan hal ini Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa kepemilikan publik di BRI Syariah pasca merger nanti harus tetap dijaga porsi dan keberadaannya dan valuasi atas nilai saham tersebut harus dilakukan secara marked to market dan terbuka.
“Perlindungan saham publik harus tetap dijaga, kepemilikan publik harus tetap dilindungi, tetapi proporsional juga sehingga nanti valuasi seperti apa itu akan jadi valuasi marked to market dan dilakukan terbuka,” sebutnya.
Pada kesempatan yang sama, Misbakhun menyebut aksi merger bank syariah BUMN merupakan langkah bagus untuk memperkuat sistem perbankan syariah di Indonesia. Dia menganggap, ke depannya yang harus dilakukan seluruh pemangku kepentingan adalah memastikan fokus kerja bank syariah hasil merger. Selain itu, operasional bank ini juga harus dijaga agar benar-benar menerapkan metode syariah dalam menghimpun pendanaan dan menyalurkan pembiayaan.
“Bicara sektor mana yang bisa menjadi fokus untuk dikembangkan, saya cenderung kepada UMKM dan debitur kelas menengah. Bukan berarti bank syariah hasil merger ini tak bisa biayai perusahaan yang besar-besar, atau bank syariah seakan terbatas pembiayaannya. Semua harus tetap dilayani, tapi titik beratnya harus jelas kepada sektor yang mana begitu,” katanya.