Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pencadangan Terus Naik dan Tekan Laba. Ini Proyeksi Bank Mandiri, BNI, dan BCA

Berdasarkan data OJK, realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per 28 September 2020 senilai Rp904,3 triliun kepada 7,5 juta debitur. Hal ini membuat, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) September 2020 menjadi 3,15%, turun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22%.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan mencatatkan peningkatan biaya pencadangan di tengah relaksasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71. Apalagi, sejumlah debitur yang telah mendapatkan restrukturisasi kredit berpeluang untuk tidak bisa bangkit sehingga kemungkinan akan membuat pembentukan pencadangan semakin meningkat hingga akhir tahun nanti.

Berdasarkan data OJK, realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per 28 September 2020 senilai Rp904,3 triliun kepada 7,5 juta debitur. Hal ini membuat, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) September 2020 menjadi 3,15%, turun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22%.

Meskipun demikian, sebagai bentuk kehati-hatian, bank juga terus menambah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Apalagi, tren NPL memang cenderung meningkat jika dilihat dari posisi sebelum adanya pembatasan sosial skala besar (PSBB) pada Maret 2020 yang sebesar 2,79%.

Per Agustus 2020, rasio CKPN terhadap total kredit adalah sebesar 2,02% dengan rincian BUKU I 0,89%, BUKU 2 1,69%, BUKU 3 1,61%, dan BUKU 4 2,33%. Pada akhirnya, peningkatan risiko kredit tersebut berdampak pada tergerusnya laba perbankan hingga kuartal III/2020. Hal ini seperti dialami oleh tiga bank besar seperti Bank Mandiri, BNI dan BCA.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mencatat penurunan laba bersih 30,73% hingga kuartal III/2020 dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy) menjadi Rp14,03 triliun. Penurunan laba tersebut seiring dengan pembentukan CKPN yang naik 52,8% (yoy) pada kuartal III/2020 menjadi Rp15,7 triliun.

Per September 2020, rasio coverage CKPN konsolidasi Mandiri berada di kisaran 205,15% sebagai antisipasi penurunan kualitas kredit akibat pandemi covid-19. Non performing loan (NPL) Bank Mandiri per kuartal III/2020 adalah sebesar 3,3% atau naik 80 basis poin dibandingkan periode sama tahun lalu.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan rasio NPL perseroan diproyeksi akan sebesar 3% sampai 4% pada akhir tahun ini. Dengan potensi peningkatan NPL tersebut, bank akan tetap membentuk CKPN secara konservatif.

Peningkatan CKPN tersebut juga sebagai respon atas proyeksi perseroan akan adanya debitur restrukturisasi yang kemungkinan tidak bisa bangkit. Bank Mandiri memproyeksi peningkatan CKPN akan berada pada kisaran Rp18 triliun sampai dengan Rp21 triliun. "Sebagian dari CKPN itu adalah portion dari akun yang direstrukturisasi karena Covid-19," katanya belum lama ini.

Adapun, hingga 30 September 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 senilai Rp116,4 triliun ke 525.665 debitur. Realisasi restrukturisasi tersebut mencapai 15,5% dari total baki debet emiten berkode BMRI ini.

Dari jumlah tersebut sebanyak Rp47,7 triliun atau 77% di antaranya merupakan sektor UMKM denga jumlah 406.434 debitur. Sisanya, non-UMKM dengan nilai baki debet Rp68,6 triliun ke 119.231 debitur.

Siddik memproyeksi ada 10 sampai 11% debitur yang telah mendapatkan restrukturisasi tetapi kemungkinan tidak dapat bangkit kembali. Debitur yang diproyeksi kemungkinan tidak dapat bangkit kembali akan diantispasi pemburukan kualitas kreditnya. Jika benar-benar tidak bisa bangkit, debitur tersebut kemungkinan akan downgrade menjadi kategori NPL pada 2021. 

"Karena tidak ada gunanya debitur yang sudah mati, kita kan downgrade earlier sebelum POJK 11/2020 berakhir," katanya.

Terpisah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. juga membukukan penurunan laba sebesar 63,9% dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy) menjadi Rp4,32 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh pembentukan pencadangan yang lebih konservatif.

BNI pun membukukan rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio hingga Kuartal 3/2020 berada pada level 206,9% lebih besar dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 159,2%. Di satu sisi, BNI tetap melakukan restrukturisasi kredit. Dalam perkembangannya, hingga akhir September 2020, BNI telah memberikan restrukturisasi kredit senilai Rp122,0 triliun atau 22,2% dari total pinjaman yang diberikan kepada 170,591 debitur.

Direktur Bisnis Konsumer BNI Corina Leyla Karnalies mengatakan nilai restrukturisasi kredit hingga kuartal III/2020 tersebut tidak banyak berubah dengan realisasi kuartal II/2020 yang senilai Rp119,3 triliun. BNI pun melihat kebutuhan restrukturisasi cenderung melandai. BNI pun mengaku akan menyelesaikan program restrukturisasi kredit hinga kahir tahun.

Menurutnya, adanya perpanjangan restrukturisasi kredit hingga 2022 merupakan hal yang positif tidak hanya bagi bank tetapi juga debitur. Retrukturisasi akan memberikan ruang luas bagi bank untuk menjaga portofolio dengan baik, dan bagi nasabah akan terbantu dari sisi cashflow.

"Kami melihat kebutuhan restrukturisasi kredit ini akan cenderung melandai atau flat, hal ini sesuai dengan proyeksi kami dan kami akan selesaikan program restrukturisasi hingga akhir tahun ini," katanya.

PT Bank Central Asia Tbk. membukukan laba bersih senilai Rp20,0 triliun atau turun 4,2% dibandingkan dengan posisi periode sama tahun lalu (yoy) yang senilai Rp20,9 triliun. Pembentukan biaya pencadangan BBCA tumbuh 160,6% (yoy) pada kuartal III/2020. Secara kuartalan, pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) tersebut turun 40,2%.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja mengatakan perseroan memang bersiap-bersiap untuk mengantisipasi pemburukan kualitas kredit debitur, termasuk yang mendapatkan restrukturisasi. Namun, pihaknya tidak dapat membagi berapa proyeksi CKPN dan berapa debitur restrukturisasi yang kemungkinan akan tidak bisa bangkit.

"Memang kenyataan kita harus bersiap mulai cadangkan, karena kerahasian nasabah, kita tidak bisa bagi karena internal kita," sebutnya.

Direktur BCA Vera Eve Lim mengatakan cost of credit pada September 2020 adalah sebesar 1,8%. Hingga akhir tahun nanti cost of credit diproyeksi akan mencapai 1,8% hingga 2,2%. Apabila penanganan Covid-19 membaik, pembentukan CKPN akan menurun sehingga berdampak positif bagi kinerja.

"Kita masih belum tahu bagaimana estimasi pemulihan Covid bisa seperti apa, terutama menghadapi tahun depan, bagaimana ke depannya, kalau kondisi cepat pulih ini distribusi beban CKPN akan membaik," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper