Bisnis.com, MATARAM - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyuarakan penurunan suku bunga acuan untuk mendorong penyaluran kredit sehingga memompa pertumbuhan ekonomi.
Menurut Wimboh, penurunan suku bunga acuan (BI7 days repo rate) masih terbuka karena kondisi likuiditas perbankan saat ini cukup melimpah. Penurunan bunga acuan akan mendorong perbankan mengurangi beban bunga dana sehingga memangkas bunga kredit.
“Saat ini ruang penurunan suku bunga acuan terbuka. Bisa diturunkan lagi, likuiditas perbankan juga cukup likuid,” ujar Wimboh di sela-sela peresmian kantor OJK NTB di Mataram, Senin (9/11/2020).
Pundi-pundi dana masyarakat di perbankan nasional terus meningkat semenjak pandemi Covid-19 menghantam perekonomian. Akibatnya, masyarakat lebih memilih menabung dananya di bank dibandingkan dengan membelanjakan.
Hal itu terlihat dari data OJK per September 2020. Penghimpunan dana pihak ketiga bank tercatat tumbuh 12,88 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp6.651 triliun.
Dana masyarakat itu terus meningkat dari bulan sebelumnya tumbuh 11,64 persen (yoy) menjadi Rp6.488 triliun
Pesatnya pertumbuhan dana dibandingkan dengan kredit membuat rasio loan to deposit ratio (LDR) menyusut menjadi 83,16 persen dari bulan sebelumnya 85,11 persen.
Kenaikan DPK berbanding terbalik dengan penyaluran kredit. Bahkan kredit per September 2020 tercatat sebesar 0,12 persen (yoy) menjadi Rp5.531 triliun atau hampir stagnan. Angka ini menurun dibandingkan dengan penyaluran kredit pada Agustus 2020 masih naik 1,04 persen (yoy).
Menurut Wimboh, resep mendorong kebangkitan ekonomi saat ini dengan memberikan kelonggaran dan tidak menaikkan suku bunga. Hal itu, sambungnya, justru akan membebani pelaku usaha dan berdampak negatif pada perbankan apabila gagal bayar.
Dia berkaca pada saat krisis 1998 ketika diberikan resep untuk menaikkan suku bunga saat krisis moneter mendera.
“Resep yang salah ketika 1998 dengan menaikkan suku bunga. Akibatnya ekonomi malah tertekan dan membuat debitur gagal bayar,” jelasnya.