Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan memangkas suku bunga acuan ke level terendah dalam sejarah sebesar 3,75 persen dinilai sebagai langkah tegas untuk memaksa bank menurunkan tingkat bunganya.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengungkapkan pemangkasan suku bunga akan menekan pengendapan dana masyarakat di perbankan dan mengarahkan uang keluar dari deposito bank ke pasar riil.
Selain itu, penurunan suku bunga juga akan menekan imbal hasil SBN. Dengan imbal hasil rendah, maka tingkat daya tarik obligasi pemerintah bagi bank umum akan berkurang, sehingga memaksa mereka untuk menyalurkan kredit.
"Menurut kami, jika BI ingin memaksa bank untuk menyalurkan pinjaman, maka penurunan suku bunga BI - bukan tindakan kuantitatif - akan memenuhi tujuan tersebut," ujar Satria, Jumat (20/11/2020).
Bank sentral telah berulang kali menekankan pentingnya langkah-langkah kuantitatif, terutama melalui pembelian obligasi di pasar sekunder dan injeksi likuiditas, melalui giro wajib minimum.
Per 17 November 2020, BI menyatakan telah menyuntikkan Rp680,89 triliun likuiditas ke dalam sistem moneter; Rp155 triliun melalui penurunan GWM dan Rp510,09 triliun melalui langkah-langkah ekspansif lainnya.
Baca Juga
Namun, Satria melihat tindakan kebijakan yang telah dilakukan secara agresif tahun ini tampaknya tidak banyak mendukung untuk membalikkan pertumbuhan kredit. Buktinya pertumbuhan kredit mengalami kontraksi sebesar 0,47 persen per Oktober, sejalan dengan pertumbuhan investasi kuartal III/2020 yang terkontraksi 6,48 persen year-on-year (yoy).
"Faktanya, sebagian besar likuiditas yang disuntikkan sebenarnya tidak berakhir di ekonomi riil tetapi di pasar uang," kata Satria
Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan simpanan yang kuat 12,88 persen per Oktober dan tingginya pembelian bersih obligasi pemerintah oleh bank-bank komersial sebesar Rp799.1 triliun per 17 November 2020.