Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bersama DPR saat ini sedang menggodok undang-udang omnibus law sektor keuangan.
Berdasarkan draft yang diterima Bisnis, Kamis (27/11/2020), RUU tersebut berisi tentang penanganan permasalahan perbankan, penguatan koordinasi, dan penataan ulang kewenangan kelembagaan sektor keuangan.
RUU ini pun berisi tentang fungsi, tugas, dan wewenang tiga lembaga, yaitu LPS, OJK, dan BI. Berikut rincian yang terdapat dalam draft RUU omnibus law sektor keuangan:
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Pada Pasal 41, disebutkan LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan, turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan, dan melakukan resolusi bank.
Dalam menjalankan fungsi tersebut, LPS pun memiliki tugas:
a. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan
persiapan tindakan resolusi Bank termasuk uji tuntas pada Bank, dan penjajakan kepada Bank atau investor lain;
b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan
kebijakan resolusi Bank yang ditetapkan sebagai Bank Dalam Resolusi; dan
c. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara Stabilitas Sistem Keuangan.
Sementara, wewenang LPS dalam draft RUU tersebut yaitu:
a. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan Bank, laporan keuangan Bank, dan laporan hasil pemeriksaan Bank;
b. melakukan pemeriksaan Bank, baik sendiri maupun bersama dengan OJK dan/atau Bank Indonesia;
c. melakukan penempatan dana pada Bank Dalam
Penyehatan berdasarkan permintaan dari OJK; dan
d. sebagai pengelola statuter berdasarkan penunjukan dari OJK.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Mengenai OJK, dibahas dalam Pasal 55 draft RUU omnibus law sektor keuangan. Pengertian OJK disebutkan sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan Undang-Undang.
Dalam rangka mencapai tujuan OJK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan dan memelihara Stabilitas Sistem Keuangan secara aktif.
Tugas OJK antara lain mengatur dan melakukan pengawasan terintegrasi di sektor keuangan serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan, mendukung pelaksanaan kebijakan makroprudensial di sektor perbankan, dan menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial di sektor pasar modal dan industri keuangan non-bank sesuai hasil perumusan kebijakan KSSK.
Untuk penanganan permasalahan perekonomian nasional yang melibatkan perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK, maka lembaga ini harus memberikan penilaian dan/atau rekomendasi kepada Pemerintah dalam hal dibutuhkan.
Selain kewenangan OJK yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan, OJK juga berwenang:
a. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi;
b. menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan; dan
c. menetapkan kebijakan mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraaan RUPS atau rapat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dilakukan oleh pelaku
industri jasa keuangan.
Bank Indonesia (BI)
Tugas, fungsi dan kewenangan BI dibahas dalam bagian keempat. Pada Pasal 66 disebutkan Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan UU.
Tujuan BI, sebagaimana tercantum dalam Pasal 67 adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja, serta turut memelihara Stabilitas Sistem Keuangan.
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 Bank Indonesia bertugas:
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian;
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial di sektor perbankan sesuai hasil kesepakatan perumusan kebijakan makroprudensial dalam rapat KSSK.
Ditegaskan pula bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur UU.
BI pun wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam melaksanakan tugasnya.
Adapun, dalam Pasal 70 tercantum mengenai wewenang Bank Sentral, yaitu:
(1) Selain kewenangan Bank Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Bank Indonesia, Bank Indonesia juga berwenang melakukan pembelian/reverse repo Surat Berharga Negara yang dimiliki LPS untuk
antisipasi dan pemenuhan kebutuhan likuiditas dalam penanganan permasalahan Bank.
(2) Dalam rangka pencegahan dan/atau penanganan Krisis Sistem Keuangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, Bank Indonesia juga berwenang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. membeli Surat Berharga Negara di pasar perdana;
b. mengatur kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa bagi penduduk termasuk ketentuan mengenai penyerahan, repatriasi, dan konversi devisa dalam rangka menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem
keuangan; dan
c. memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo Surat Berharga Negara yang dimiliki korporasi/swasta melalui
perbankan.
(3) Dalam hal Bank Indonesia menggunakan kewenangan untuk membeli Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak berlaku ketentuan mengenai larangan Bank Indonesia membeli Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Bank Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai kewajiban penerimaan dan penggunaan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
(5) Skema dan mekanisme pembelian Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.