Bisnis.com, JAKARTA -- Mastercard masih melihat potensi pertumbuhan bisnis transaksi tahun depan dengan masih besarnya porsi transaksi tunai masyarakat yakni 60 persen dari total transaksi keuangan.
Division President Southeast Asia Emerging Markets Mastercard Safdar Khan mengakui bisnis transaksi mendapat tantangan cukup berat pada tahun ini.
Penyebaran virus corona membuat pemerintah mengambil langkah pembatasan sosial yang akhirnya membuat transaksi masyarakat menurun secara drastis.
Meski kinerja akhir tahun belum dapat direalisasikan secara cepat, tetapi Safdar berpendapat prospek tahun depan akan lebih cerah. Terlebih, 60 persen transaksi masyarakat masih dalam bentuk tunai.
"Pasar transaksi ini besar, ada 60 persen transaksi masih menggunakan tunai. Kami perlu bersama-sama menurunkan transaksi tunai ini," sebutnya dalam wawancara eksklusif dengan Bisnis, Jumat (4/12/2020).
Safdar menjelaskan selama masa pandemi tren perubahan transaksi ke channel nontunai baik kartu dan digital yang sangat baik. Pemulihan ekonomi yang juga didorong oleh besarnya porsi kawula muda Indonesia akan membuat bisnis transaksi lebih ciamik tahun tahun depan.
Dia menuturkan perusahaan pun akan terus meningkatkan kolaborasi dengan financial technology untuk menekan transaksi tunai masyarakat.
"Dengan fintech, kami pun bukan berkompetisi melainkan berkolaborasi. Ini juga untuk menurunkan risiko penyebaran virus ke depannya," imbuhnya.
Di luar itu, Safdar juga menggarisbawahi masih adanya 70 persen pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang belum mendapat akses kredit. Padahal UMKM justru memiliki potensi besar dalam memperkuat bisnis transaksi nasional.
Berdasarkan data Bank Indonesia, total volume transaksi per September 2020 tercatat hanya 948 juta, turun dari periode sama tahun lalu 1,09 miliar. Nilai transaksi pun turun secara tahunan dari Rp35,99 triliun menjadi Rp605,16 triliun per akhir kuartal ketiga tahun ini.
Jika menyelisik lebih dalam, alat pembayaran menggunakan kartu turun baik dari sisi volume maupun nilai merupakan kontributor utama turunnya bisnis transaksi. Sementara itu, transaksi uang elektronik hanya turun dari sisi volume, sedangkan nilainya masih dapat melanjutkan pertumbuhan agresifnya.
Meski demikian, pembalikan kinerja bisnis transaksi tetap ditunggu. Asia Tenggara diprediksi akan menjadi kawasan dengan perekonomian keempat terbesar pada tahun 2030, dengan peningkatan persentase PDB didorong oleh ekonomi digital.
Perekonomian digital di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai US$300 miliar pada tahun 2025, di mana e-commerce menjadi sektor dan penyokong pertumbuhan terbesar. Pasar e-commerce di Asia Tenggara diperkirakan bernilai US$150 miliar pada tahun 2025, meningkat dari US$38 miliar pada tahun 2018.