Bisnis.com, JAKARTA - Dimulainya distribusi dan vaksinasi di Amerika Serikat memunculkan optimisme tentang pemulihan ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya pada semester kedua tahun ini.
Hal itu pun memicu wacana Federal Reserve untuk mengurangi secara bertahap program pembelian obligasi yang menopang pemulihan ekonomi dari pandemi atau disebut dengan tapering off.
Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan jika prediksi Fed terbukti benar, Indonesia akan mengalami tekanan nilai tukar mata uang dalam jangka pendek.
Namun, begitu sektor riil AS ikut pulih dan tumbuh, Indonesia bisa menangkap peluang ekspor untuk kemudian mengimbangi tekanan pada mata uang.
"Kalau Amerika Serikat pulih, dia akan meminta barang dari Indonesia lebih banyak. Walaupun dari sisi nilai tukar, dalam jangka sangat pendek bisa melemah. " katanya kepada Bisnis, Selasa (12/1/2021).
Selanjutnya, dalam jangka menengah dan jangka panjang, dengan cadangan devisa yang cukup tinggi, Indonesia bisa menangani gejolak dari tapering di AS. Selain itu, fluktuasi nilai tukar juga tak semata-mata bergantung pada kebijakan Fed, tetapi kondisi penanganan pandemi di dalam negeri.
Baca Juga
Sinyal keberhasilan vaksinasi dengan terbitnya sertifikasi vaksin oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Majelis Ulama Indonesia (MUI), akan membangun ekspektasi positif dan berpengaruh pada nilai tukar.
"Mungkin sedikit banyak kebijakan Fed nanti akan juga mempengaruhi nilai tukar, tetapi overall masih bisa ditangani dengan cadangan devisa yang besar," lanjutnya.
Dengan demikian, yang perlu diantisipasi adalah kendala vaksinasi di dalam negeri yang akan memberikan sentimen negatif terhadap fluktuasi nilai tukar.
Sementara itu, untuk negara pasar berkembang lain terutama di Asia, dampaknya diperkirakan tidak akan merata. Negara yang memiliki hubungan dagang kuat dengan AS justru akan mendapat manfaat lebih cepat karena permintaan barang-barang ekspor naik seiring pemulihan. Adapun negara-negara Asia yang relatif maju, mata uangnya tidak begitu bergantung pada fluktuasi dolar.