Bisnis.com, JAKARTA – Program restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dinilai sebagai solusi terbaik bagi nasabah, karena memberikan peluang pengembalian polis yang lebih baik dibandingkan dengan pilihan lainnya.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan bahwa restrukturisasi menjadi pilihan terbaik dibandingkan dengan opsi lainnya. Apalagi pemerintah telah memulainya dengan mendirikan Indonesia Financial Group (IFG) dengan suntikan dana sekitar Rp20 triliun.
“Dengan dukungan sinergi BUMN, maka potensi market perusahaan baru ini sangat besar. Dengan pilihan pengelola yang profesional dan mengedepankan prinsip GCG diharapkan sustainability perusahaan akan lebih terjaga,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Seperti diketahui, IFG merupakan perusahaan baru yang dibentuk pemerintah di bawah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan. Setelah restrukturisasi, nasabah Jiwasraya akan diarahkan kepada IFG.
Dengan mengalihkannya ke IFG, nasabah Jiwasraya berpeluang mendapatkan pengembalian investasi yang lebih baik. Sebaliknya, berperkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) akan membuka peluang untuk mendapatkan pengembalian yang lebih terbatas dengan jangka waktu belum bisa diukur.
Toto menuturkan, pemegang polis yang tidak setuju dengan restrukturisasi atau berpindah ke IFG diprediksi akan mendapatkan pengembalian investasi yang lebih terbatas. Pasalnya, sumber pengembalian investasi hanya bersumber dari aset Jiwasraya yang tersisa dan jumlahnya tidak besar.
Menurutnya, pilihan berbagi beban atau sharing pain antara nasabah dan pemerintah merupakan opsi yang dapat dikerjakan. Pemegang polis Jiwasraya juga diminta kerelaannya untuk penyelesaian investasi dengan skema restrukturisasi, sedangkan IFG menyelesaikan kewajiban kepada para pemegang polis Jiwasraya.
“Di sisi lain, pemegang polis Jiwasraya diminta kerelaan untuk penyelesaian investasi asuransinya dengan skema restrukturisasi [haircut dan perpanjangan tenor] yang memungkinkan IFG Life untuk menyelesaikan kewajiban ke pemegang polis ex Jiwasraya,” tambahnya.
Secara terpisah, Pengamat asuransi dan pengajar Sekolah Tinggi Asuransi Trisakti Azuarini Diah mengingatkan bahwa jangan sampai kasus pada sektor asuransi terjadi lagi pada tahun ini. Perusahaan asuransi juga memiliki tanggung jawab menjaga citra industry.
“Perihal gagal bayar, maka ke depan perusahaan harus terus berpedoman terhadap aturan dan sisi investasi yang dikelola secara benar dan hati-hati. Ingat, perusahaan asuransi tak akan default meskipun klaimnya jatuh tempo. Selain itu, produk PAYDI harus memberikan proyeksi imbal hasil yang masuk akal kepada nasabah,” ujarnya.
Azuarini menyebutkan, data terakhir dari pelaku industri asuransi jiwa dan umum masih mengalami pertumbuhan negatif pada sisi kinerja aset.
“Kalau asuransi general, terdampak di asuransi properti dan kendaraan bermotor, sedangkan kalau asuransi jiwa berdampak di produk-produk yang penjualannya dilakukan secara tatap muka,” jelasnya.
Untuk itu, Azuarini menekankan industri asuransi umum maupun jiwa pada 2021 harus berbenah, memperkuat pasar yang sudah ada, dan pembangunan segmen ritel.
“Produk harus difokuskan kepada kebutuhan pasar dan mempunyai sustainable income bagi perusahaan. Lakukan juga penjualan secara online dan digitalisasi, tidak di penjualannya saja tapi harus sampai servis hingga pelayanan klaim,” ucapnya.