Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Unit-Linked Masih Jadi Primadona di Industri, Tapi Perlu Upaya Penguatan

Per Oktober 2020, porsi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked mencapai 63,9 persen dari total premi industri, atau Rp89,04 triliun dari total premi Rp139,3 triliun.
Unit Linked/
Unit Linked/

Bisnis.com, JAKARTA — Produk unit-linked semakin berkembang dan mendominasi portofolio industri asuransi jiwa. Sejumlah upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas portofolio tersebut sehingga semakin menarik bagi masyarakat.

Berdasarkan catatan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) per Oktober 2020, porsi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked mencapai 63,9 persen dari total premi industri, atau Rp89,04 triliun dari total premi Rp139,3 triliun. Angka tersebut menjadi porsi tertinggi yang pernah terjadi di industri asuransi jiwa.

Pada 2010, porsi unit-linked pernah mencakup 54,3 persen dari total premi, tetapi jumlahnya merosot ada 2012 menjadi hanya 34,3 persen meskipun total premi industri terus meningkat. Sejak 2012, porsi unit-linked pun meningkat secara perlahan hingga pada 2019 berhasil melewati catatan tertinggi sebelumnya pada 2010.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai bahwa terus meningkatnya porsi unit-linked terhadap total premi menunjukkan adanya kebutuhan besar dari masyarakat terhadap proteksi dan investasi. Hal tersebut dapat menjadi stimulus bagi industri asuransi jiwa yang sempat tertekan pada 2020 saat pandemi Covid-19 menghantam.

Tekanan besar turut terjadi kepada produk unit-linked karena kinerja investasinya terkoreksi, sejalan dengan anjloknya indeks harga saham gabungan (IHSG). Menurut Togar, kondisi itu dapat berbalik pada tahun ini seiring dengan membaiknya sejumlah indikator perekonomian.

"Unit-linked akan bangkit menurut kami begitu vaksin muncul, vaksin ini game changer, kami sangat yakin bahwa unit-linked akan bangkit [saat proses vaksinasi berjalan baik]. Begitu pun dengan [pembentukan] sovereign wealth fund, dan perpindahan ibukota baru jadi pendorong juga," ujar Togar dalam diskusi panel bertema Tahun Kebangkitan Unit-Linked, Kamis (18/2/2021).

Menurutnya, penilaian terhadap produk unit-linked tak dapat dilakukan dalam tempo singkat, seperti pada 2020 saat terjadi koreksi. Sebagaimana layaknya produk asuransi jiwa, unit-linked harus dilihat dalam lanskap jangka panjang, baik dari sisi proteksi asuransi maupun investasinya.

Togar menilai terdapat sejumlah aspek yang harus diperkuat agar produk unit-linked lebih menarik sebagai produk proteksi dan investasi jangka panjang. Misalnya pelaku industri perlu mengidentifikasi apabila terdapat regulasi yang masih longgar, khususnya dalam aspek pengelolaan investasi.

Lalu, pelaku industri pun perlu memperkuat transparansi produk unit-linked kepada masyarakat agar semakin terbentuk kepercayaan dalam pengelolaan investasi. Namun, menurut Togar, hal ini memerlukan dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengizinkan adanya digitalisasi dalam seluruh layanan asuransi jiwa.

"Kami berharap OJK mengizinkan asuransi jiwa untuk full digital, agar end-to-end. Digitalisasi ini pun dapat mendorong transparansi dalam unit-linked," ujar Togar.

Ketua Financial Planning Standards Boards Indonesia (FPSBI) dan pengamat asuransi Tri Djoko Santoso menilai bahwa regulasi unit-linked sudah cukup baik karena produk itu telah ada di Indonesia sejak 1998, sehingga sudah banyak penyempurnaan. Meskipun begitu, bukan berarti penjualan unit-linked tanpa celah.

Djoko menilai bahwa perusahaan-perusahaan asuransi penerbit unit-linked harus memiliki inisiatif lebih dalam mengembangkan investasi nasabah, meskipun dalam konteks PAYDI keputusan investasi ada di tangan nasabah. Pelayanan dan imbal hasil yang maksimal dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk membeli produk tersebut.

"Saya enggak pernah mendengar ada orang asuransi yang menghubungi saya sebagai nasabah, misalnya 'kondisi saat ini jika bapak menempatkan di instrumen A imbal hasilnya kurang menarik, bagaimana jika dipindahkan ke B yang lebih optimal' dengan penjabaran. Perlu ada tenaga financial advisor yang standby memandu nasabah," ujar Djoko.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan modal untuk investasi teknologi dan sumber daya manusia (SDM). Namun, menurutnya, inisiatif untuk membantu nasabah dapat semakin meningkatkan kualitas layanan unit-linked.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper