Bisnis.com, JAKARTA — Produk unit-linked kerap dipandang sebagai instrumen investasi, alih-alih produk asuransi dengan manfaat tambahan. Produk itu pun kerap dibandingkan dengan reksa dana dalam sisi imbal hasil.
Ketua Financial Planning Standards Boards Indonesia (FPSBI) dan pengamat asuransi Tri Djoko Santoso menilai bahwa perbandingan unit-linked dengan reksa dana memang kerap menjadi perbincangan di masyarakat. Hal tersebut menurutnya tak lepas dari literasi finansial yang relatif rendah di Indonesia.
Menurutnya, persoalan literasi membuat masyarakat kerap melihat faktor imbal hasil sebagai aspek utama dari produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked. Padahal, aspek utama dari produk tersebut adalah proteksi dan investasi menjadi manfaat tambahan.
"Karena kalau melihat investasinya, mau dihitung bagaimana pun reksa dana akan lebih bagus. Memang berbeda, jika saya melihat reksa dana dari kacamata asuransi, ada tembok yang sangat tebal [terkait literasi finansialnya di masyarakat]," ujar Djoko dalam diskusi panel bertema Tahun Kebangkitan Unit-Linked, Kamis (18/2/2021).
Menurutnya, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan imbal hasil reksa dana relatif lebih baik dari investasi dalam unit-linked, salah satunya yakni teknis dan kebijakan investasi di perusahaan terkait. Selain itu, masyarakat pun perlu menyadari bahwa dana yang dibayarkan untuk unit-linked terbagi untuk premi asuransi dan muatan investasi.
"Kalau suatu hari [hasil] investasi unit-linked lebih bagus buat apa? Ya buat bayar premi di kemudian hari. Isunya bagaimana bisa meningkatkan literasi asuransi di masyarakat," ujar Djoko.
Baca Juga
Dia menilai bahwa faktor komunikasi memiliki andil yang besar dalam membentuk pemahaman masyarakat terkait unit-linked. Perusahaan asuransi harus mampu menjelaskan dengan baik apa unit-linked, bagaimana manfaatnya, bahkan potensi kerugian yang mungkin terjadi sehingga masyarakat memahami betul bahwa produk itu merupakan asuransi.
"Kalau kita enggak punya unit-linked, nasabah nanti malah pergi ke luar negeri, di sana membeli investment-linked, padahal itu isinya sama. Oleh karena itu, [industri asuransi] mesti bisa membuat masyarakat sadar, yang menjualnya ini [perusahaan] asuransi," ujar Djoko.