Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Kongsi Patrick Waluyo & Raksasa Fintech China di Balik AdaKami

FinVolution tercatat memiliki 80 persen saham fintech AdaKami, sedangkan Patrick melalui PT Paraduta Satya Wahana menggenggam 20 persen.
Ilustrasi foto company profile AdaKami./Bisnis
Ilustrasi foto company profile AdaKami./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – PT Pembiayaan Digital Indonesia dalam 3 tahun mampu memacu platform teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending AdaKami menjadi pemain lima besar di Indonesia. Siapakah di balik perusahaan berbasis teknologi kecerdasan buatan itu?

Adalah FinVolution, raksasa pembiayaan terbesar asal China, dan Patrick Walujo melalui Northstar di balik AdaKami. FinVolution tercatat memiliki 80 persen saham, sedangkan Patrick melalui PT Paraduta Satya Wahana menggenggam 20 persen.

FinVolution tercatat melantai di bursa AS, yakni NSDQ, dengan kode saham FINV. Pemain lending terbesar di China itu cukup lama berkecimpung di bisnis big data dan pengendalian risiko, sejak 13 tahun lalu.  

Adapun Northstar didirikan pada 2003 oleh menantu pengusaha TP Rachmat, Patrick Walujo, bersama Glenn Sugita. Perusahaan investasi swasta berbasis di Singapura itu tercatat memiliki aset di mana-mana, terutama di Indonesia.

Portofolio investasi Northstar di Indonesia adalah Gojek, Indomaret, PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Trimegah Securities Tbk (TRIM), PT Multistrada Arah Sarana Tbk, hingga PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU)

Di sektor keuangan, Northstar pernah memiliki saham mayoritas PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN). Patrick kini berkongsi dengan bankir kawakan Jerry Ng mengenggam saham PT Bank Jago Tbk.

Adapun perusahaan rintisan platform AdaKami didirikan pada Juni 2018. Kemudian pada Desember 2018 tercatat terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Setahun kemudian, perusahaan itu tercatat memiliki izin resmi dan diawasi otoritas.

Sayangnya, CEO AdaKami Bernardino M Vega enggan menyebutkan berapa nilai investasi FinVolution dan Northstar di AdaKami. Namun, dia menyebutkan dukungan terhadap perseroan cukup besar. Hal itu terbukti dengan ekspansi manajemen dalam tiga tahun terakhir.

AdaKami mampu menyalurkan pinjaman sebesar Rp3,1 triliun kepada 5,2 juta peminjam dana (borrower). Lompatan pembiayaan itu membuat AdaKami masuk dalam jajaran lima besar P2P di Indonesia. Bersaing dengan Investree dan Koinworks. Tahun ini pun target pinjaman yang disalurkan melesat lebih dari tiga kali lipat.

"Target kami pada 2021 ini mampu menyalurkan pinjaman sebesar Rp12 triliun kepada 10 juta-15 juta borrower," ujarnya dalam diskusi virtual bertajuk Peran Fintech dalam Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (17/2/2021). 

Dino mengaku berani mematok target agresif pada 2021 karena ditopang oleh rencana perusahaan untuk mulai fokus ke penyaluran sektor produktif, terutama usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) sektor riil. 

Pasalnya, survei internal AdaKami mendapati bahwa kendati dominasi penyaluran terbesar masih berada di sektor konsumtif, sekitar 23 persen memanfaatkan punjaman untuk usaha mandiri. 

Adapun, 47 persen menggunakan pinjaman untuk capital loan, dan kebanyakan borrower memiliki usia terbilang muda, yakni 20-39 tahun. 

"Jadi kalau kami perhatikan pada masa pandemi kemarin, tak jarang tipe borrower yang statusnya punya pekerjaan, dia mengajukan pinjaman multiguna dan menggunakan nama pribadi, bukan usaha. Nah, dia bukan menggunakan dana buat kebutuhan harian, justru menggunakannya untuk membuka usaha sampingan," jelasnya. 

Oleh sebab itu, Dino mengincar semakin banyak borrower kreatif di sektor usaha rumahan mikro dan kecil semacam ini yang akan terangkul oleh AdaKami pada 2021, dengan target minimal menyentuh 4 juta borrower. 

Strategi yang akan ditetapkan AdaKami, yaitu memperbesar ticket size, membuat tingkat bunga yang semakin rendah dengan meningkatkan profil user dan mengakomodasi tenor lebih panjang, serta memberikan kemudahan persetujuan dan batas pinjaman yang makin besar untuk para borrower produktif. 

"Ambil contoh, kami lihat ada borrower seorang penjual martabak, dia repeat order setiap paling tidak dua minggu sekali, sekitar Rp500.000 saja. Dia butuh cepat, dan ternyata untuk beli stok keju. Inilah contoh sektor produktif yang tidak bisa terakomodasi bank. Sudah jadi tugas fintech P2P ke depan untuk terus bisa mengakomodasi mereka," jelasnya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper