Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai respon perbankan terhadap penurunan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tidak kondusif bagi perekonomian.
Pasalnya, BI sejak Juni 2019 telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 225 basis poin hingga ke level terendah menjadi 3,5 persen.
“Sejak Juni 2019, suku bunga deposito hampir sama penurunannya, jadi sangat responsif. Tapi, suku bunga kredit masih sangat rigid,” kata Asisten Gubernur BI sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung dalam video conference, Senin (22/2/2021).
Baca Juga : BI Sentil Perbankan yang Lamban Turunkan Bunga Kredit Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan |
---|
Hal ini juga dari spread suku bunga dasar kredit (SBDK) terhadap BI7DRR cenderung melebar dari 5,72 persen pada Juni 2019 menjadi 6,36 persen pada Desember 2020.
“Ini keliatan spread-nya meningkat, artinya bank mencoba mendapatkan keuntungan yang lebih sekarang ini,” jelasnya.
Dengan penurunan suku bunga deposito di perbankan yang cepat, namun di sisi lain spread antara BI7DRR dan SBDK melebar, menurut Juda, hal ini justru tidak kondusif bagi perekonomian.
Baca Juga : BI7DRR Terendah, Waspada Interpretasi Negatif & Investasi Buruk Artikel ini telah tayang di Bisnis. |
---|
“Itu artinya, sebenarnya tidak kondusif bagi perekonomian,” tuturnya.
Dia menjelaskan, upaya BI untuk menurunkan suku bunga acuan hingga ke level terendah bertujuan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Saat ini yang terjadi justru sebaliknya, dengan penurunan suku bunga kredit perbankan yang lamban tersebut.
Dia menambahkan, faktor spread yang melebar antara SBDK dan BI7DRR tersebut juga merupakan salah satu faktor orang-orang enggan mengajukan kredit di perbankan. “Karena suku bunganya masih cukup tinggi”.
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
bank indonesia perbankan suku bunga acuan perekonomian indonesiaAyo, ikut membantu donasi sekarang! Klik Di Sini untuk info lebih lengkapnya.