Bisnis.com, JAKARTA - Komisi XI DPR RI menyebut pembentukan holding BUMN Ultra Mikro (UMi) merupakan upaya yang tepat untuk mendongkrak kinerja pelaku usaha ultra mikro yang menjadi penopang ekonomi nasional.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menyampaikan alasannya, yaitu sifat saling melengkapi di antara PT Pegadaian (Persero), PT Permodalan Nasional Madani (Persero), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), selaku anggota holding.
"Holding akan menciptakan ekosistem yang lengkap bagi pelaku ultra mikro untuk dapat lebih memacu kinerjanya. Alasannya, setiap lembaga yang terlibat memiliki karakteristik berbeda yang bisa menjadi anak tangga bagi pelaku usaha ultra mikro terus mengembangkan usahanya," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (5/4/2021).
Dengan langkah penguatan ekosistem dari ketiga lembaga jasa keuangan (LJK) pelat merah ini, Misbakhun yakin holding akan mampu membina pelaku UMKM untuk menerapkan tata usaha lebih baik, termasuk implementasi digital.
"Segmen ini [ultra mikro] memiliki skala bisnis yang feasible, tetapi secara perbankan memang masih belum. Nah, segmen ini yang perlu ekosistem untuk membina mereka," tambahnya.
Sebagai contoh, holding bisa menjadi ekosistem jaringan komunikasi UMKM dan mendorong keterkaitan supply-chain buat para pelaku usaha yang telah menjadi nasabah existing ketiga perusahaan. Selain itu, BRI menjadi sumber likuiditas yang memungkinkan biaya layanan PNM dan Pegadaian lebih murah.
Baca Juga
Adapun, PNM berperan menjangkau pelaku UMi unbankable di pelosok negeri, yang nantinya setelah naik kelas bisa diambil BRI. Sementara itu, Pegadaian memainkan peran dari variasi produk yang fleksibel dan unggul dari sisi digitalisasi, terutama terkait layanan gadai.
Pada akhirnya, holding diyakini akan mempercepat pemulihan kondisi ekonomi pelaku usaha ultra mikro, yang secara langsung akan berdampak pada perbaikan perekonomian nasional yang selama ini pertumbuhannya dimotori oleh pelaku UMKM dan ultra mikro.
Dia menjelaskan, usaha ultra mikro adalah adalah segmen ekonomi yang terbentuk secara natural di Indonesia. Selama pandemi, sektor ini menjadi alternatif banyak masyarakat untuk tetap bertahan menyambung hidup, termasuk bagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 2020 lalu proporsi pembiayaan UMKM terhadap total kredit perbankan baru mencapai 19,97 persen. Padahal pelaku usaha di Indonesia 99 persen adalah segmen UMKM.
Di satu sisi, penyerapan tenaga kerja dari sektor ini mencapai 97 persen dan memberi kontribusi terhadap PDB sebesar 60 persen. Kalau tidak ada upaya apapun, maka sulit bagi UMKM termasuk ultra mikro untuk naik kelas mengembangkan kapasitas usaha dan daya saing.
Sinergi ekosistem ultra mikro harapannya mendukung visi dalam memberdayakan usaha ultra mikro, mempercepat laju inklusi keuangan, pembiayaan berkelanjutan, serta menyasar sekitar 57 juta nasabah ultra mikro, di mana 30 juta di antaranya belum terakses ke sumber pendanaan lembaga keuangan formal.
Ekosistem ini akan memberikan layanan produk yang lebih lengkap dan potensi pendanaan yang lebih murah untuk sekitar 29 juta usaha ultra mikro pada tahun 2024.
Adapun, sebelumnya, Pakar Hukum Administrasi dan Keuangan Publik Universitas Undonesia (UI) Dian Simatupang menyebut langkah pemerintah tersebut patut mendapat apresiasi.
Alasannya, aksi korporasi ini akan menciptakan efisiensi bisnis dan membuka peluang BUMN terlibat untuk bekerja lebih cepat dan tidak terpaku pada pakem birokrasi pemerintahan.
Terpenting, Dian berharap segera Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjadi landasan pembentukan holding BUMN untuk ultra mikro segera terbit. Keberadaan PP ini menjadi penting untuk meneguhkan eksistensi holding BUMN ultra mikro, dan membuat sinergi tersebut bisa beraktivitas secara efektif ke depannya.
"Ini perlu dibuat PP karena merujuk PP Nomor 72 Tahun 206, pada saatnya holding terjadi nanti BRI akan menjadi induk PNM dan Pegadaian. Itu artinya terjadi perubahan struktur penyertaan modal negara," ujar Dian.