Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan akan melakukan rekomposisi aset investasi untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar beberapa tahun ke depan. Namun, hal tersebut tidak berarti BPJS Ketenagakerjaan keluar dari pasar modal.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Anggoro Eko Cahyo menjabarkan penempatan investasi dana jaminan sosial akan menyesuaikan dengan kebutuhan dana penyelenggaraan program tersebut. Kebutuhan itu setidaknya terbagi untuk jangka pendek dan menengah, serta jangka panjang.
"Dana dari program jaminan pensiun [JP] perlu ditempatkan di instrumen investasi jangka panjang," katanya dalam diskusi secara daring dengan para pemimpin redaksi media beberapa waktu lalu.
Hingga Maret 2021, dana program JP tercatat senilai Rp82,6 triliun atau mencakup 16,8 persen dari total investasi BPJAMSOSTEK sebesar Rp490,7 triliun. Dana terbesar jaminan sosial ketenagakerjaan berasal dari program jaminan hari tua (JHT), yang pada Maret 2021 mencapai Rp480,08 triliun. Jumlah itu mencakup hingga 97,8 persen dari total investasi BPJAMSOSTEK.
Anggoro menjabarkan bahwa dengan kondisi tersebut, sekitar Rp324,15 triliun atau 66,05 persen investasi ditempatkan di obligasi, Rp67,62 triliun (13,78 persen) di saham, Rp59,58 triliun (12,14 persen) di deposito, dan Rp37,05 triliun (7,55 persen) di reksa dana. Namun, komposisi investasi itu harus disesuaikan dengan kondisi pasar yang ada.
"Yang critical bagi kami harus mengatur maturity-nya supaya match karena yang pensiun dana jangka panjang, seperti JP time horizon-nya 10–15 tahun. Lalu, Jaminan Hari Tua yang sebelumnya boleh ditarik setelah 10 tahun kepesertaan, lalu bisa ditarik setiap saat peserta keluar [kerja], ini yang sedikit mengubah struktur dana [investasi] kami," ujar Anggoro.
Baca Juga
Selain itu, pandemi Covid-19 yang memberikan dampak besar dinilai turut memengaruhi kebijakan investasi BPJAMSOSTEK. Tekanan ekonomi membuat banyaknya pekerja yang mencairkan dana JHT, lalu kinerja saham yang sempat merosot pun memengaruhi kondisi investasi dana jaminan sosial.
BPJAMSOSTEK pun menyatakan akan melakukan rekomposisi aset investasi untuk merespon kondisi terkini. Menurut Anggoro, salah satu langkah yang dilakukan manajemen saat ini adalah dengan mengurangi komposisi investasi di saham dan reksa dana, guna meminimalisir fluktuasi investasi.
Anggoro menyatakan bahwa saham tetap menjadi istrumen penting bagi BPJAMSOSTEK. Namun, tantangan bagi pihaknya adalah mengedukasi masyarakat bahwa saham memiliki jangka waktu investasi yang panjang.
"Tentu saja reksa dana dan saham tetap kami gunakan, tapi kami akan rebalancing portofolio. Kami tidak akan keluar dari sana [pasar modal], tapi dalam kondisi seperti ini kami harus bisa menjaga betul yield tetap optimal dan sustainability-nya terjaga," ujarnya.
Direktur Pengembangan Investasi BPJAMSOSTEK Edwin Ridwan menjelaskan bahwa dalam jangka waktu pendek dan menengah, investasi saham mungkin belum menunjukkan tanda yang baik. Namun, dalam jangka panjang pihaknya meyakini terdapat potensi yang baik.
Hal tersebut menurutnya memengaruhi kebijakan BPJAMSOSTEK dalam mengurangi porsi saham. Edwin menjelaskan pengurangan komposisi itu bukan berarti dilakukan hanya dengan menjual saham-saham yang sudah ada.
"Bisa juga dengan tidak menambah itu [saham]. Karena dengan adanya tambahan iuran dan secara nett premium kami masih positif, saya kira kalau kami tidak menambah kepemilikan saham tentunya secara persentase dia akan berkurang dengan sendirinya terhadap total investasi," ujar Edwin.