Bisnis.com, JAKARTA - Platform teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending PT Layanan Keuangan Berbagi atau DanaRupiah berupaya merealisasikan target pertumbuhan pada periode 2021 lewat penyaluran ke sektor produktif.
Presiden Direktur DanaRupiah Entjik S. Djafar mengungkapkan pihaknya berupaya upaya bangkit dari periode 2020, di mana pandemi Covid-19 membuat penyaluran pinjaman berkurang menjadi hanya berkisar Rp500 miliar.
"Tahun lalu kita slow down. Hampir 8 bulan kita seperti stop lending karena penyalurannya kecil sekali dan bru mulai pulih November 2020. Harapannya, sepanjang 2021 ini pengunduh aplikasi kita mencapai 10 juta download dengan penyaluran pinjaman bertambah hingga Rp2,5 triliun," ungkapnya, Kamis (27/5/2021).
Sekadar informasi, pinjaman yang diberikan DanaRupiah sebelumnya lebih dominan ke dalam klaster fintech lending multiguna, yang kebanyakan mengakomodasi cash loan dan education loan.
Oleh sebab itu, Entjik menjelaskan bahwa langkah memperbesar penyaluran ke sektor produktif merupakan salah satu cara diverifikasi dalam mengejar target, sekaligus menjalankan amanat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar penyelenggara fintech P2P lending memperbesar penyaluran ke UMKM demi membantu pemulihan ekonomi nasional.
"Sebenarnya saya yakin penyaluran pinjaman ke sektor produktif kami sudah 40 persen dari total. Tapi banyak yang tidak tercatat sebagai pinjaman usaha, tapi multiguna. Contoh, kita ke Batam tahun lalu, nasabah kita di sana ternyata menggunakan pinjaman mereka untuk usaha bordir, jual bakso, jual baju, jahit. Mereka ini belum kita deteksi ke dalam sektor produktif," jelasnya.
Kebanyakan peminjam (borrower) DanaRupiah menerima penyaluran dana kecil, rata-rata Rp1-4 juta dan paling tinggi Rp8 juta saja. Namun, Entjik menjelaskan bahwa moncernya kinerja penyaluran DanaRupiah sebelum pandemi merupakan buah dari 70-80 persen costumer yang melakukan repeat order.
Oleh sebab itu, DanaRupiah mencoba mengambil pangsa pasar UMKM yang berbasis komunitas yang membutuhkan produk pinjaman berbasis kelompok, sehingga satu kali putaran penyaluran pinjaman bisa mencatatkan nilai yang besar.
"Awal tahun 2020 kita sudah sempat coba di kelompok petani jagung, berhasil dan sekarang sudah lunas. Sayangnya, pandemi membuat kita menunda scale up karena skema penyaluran semacam ini butuh survei lapangan. Tahun ini kita mau menyasar kerja sama dengan komunitas, kelompok UMKM, maupun aggregator untuk kembali membuat skema pinjaman kelompok seperti ini," tambahnya.
Pria yang juga Kepala Bidang Edukasi, Literasi dan Riset Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) ini, berbagai stakeholder seperti Kementerian Koperasi dan UKM, otoritas, dan asosiasi pun tengah merekomendasikan skema ini untuk para penyelenggara P2P lending.
Pasalnya, pinjaman community based akan lebih terarah, lebih efektif, dan risiko yang lebih kecil ketimbang menyasar para borrower UMKM secara perorangan satu per satu.