Bisnis.com, JAKARTA - Kendati penyaluran kredit dari perbankan masih konservatif di era new normal, industri penjaminan nyatanya tumbuh signifikan, terutama didorong amanat pemerintah agar pelaku industri memperbesar penjaminan buat pelaku usaha dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2021, total volume outstanding penjaminan dari industri yang diisi 1 perusahaan BUMN, 18 BUMD, dan 1 perusahaan penjaminan swasta ini mencapai Rp282,3 triliun.
Nilai ini naik mencapai 10,8 persen (year-to-date/ytd) dari capaian pada akhir 2020. Salah satunya, karena jumlah terjamin memang tercatat melonjak dari 15,7 juta entitas pada akhir tahun, menjadi 18,7 juta entitas per Juli 2021.
Adapun, dari sisi kinerja laba-rugi, pendapatan imbal jasa penjaminan bersih mampu meningkat pesat 79,8 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp2,51 triliun, walaupun jumlah beban klaim juga naik 89,1 persen (yoy) menjadi Rp1,83 triliun.
Apabila ditambah dengan kinerja operasional dan nonoperasional lainnya, OJK mencatat industri masih mampu mempertahankan laba sebelum pajak di Rp640 miliar, yang notabene lebih besar dari tutup buku 2020 pada angka Rp597 miliar dan Juli 2020 di Rp439 miliar.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dalam laporan terbarunya pun menilai bahwa profil risiko industri penjaminan adalah sedang, dengan prospek yang stabil.
Baca Juga
Analis Pefindo Kreshna Dwinanta Armand mengungkap bahwa di era new normal ini, memang risiko terbesar yang menjadi tantangan bawaan buat industri masih ada di segmen UMKM selalu terjamin, di mana punya potensi menjadi sumber klaim paling relevan yang bisa diajukan kreditur, atau dalam hal ini pihak perbankan.
Oleh sebab itu, penting untuk terus melakukan mitigasi lewat underwriting yang ketat, permodalan yang cukup, ditambah dukungan pemegang saham yang kuat, dan kerangka regulasi yang mendukung.
"Dari sisi pertumbuhan volume, prospek industri tetap menjanjikan meskipun kredit perbankan secara keseluruhan mengalami kontraksi, termasuk segmen UMKM," tulis analisa Pefindo dalam keterangan resmi, dikutip Senin (27/9/2021).
Pefindo melihat penjaminan dari sektor produktif akan tetap dominan dengan kontribusi lebih dari 55 persen dari total volume penjaminan, sejalan dengan fokus industri di segmen UMKM.
"Terlebih, percepatan pertumbuhan segmen UMKM produktif menjadi salah satu fokus pemerintah dalam program pemulihan pasca pandemi, di mana industri penjaminan membantu kesinambungan aliran kredit untuk segmen tersebut. Kami memandang bahwa industri penjaminan akan melanjutkan peran pentingnya bagi pemerintah pusat dan daerah," tambah Pefindo.
Dengan struktur kepemilikan saat ini, Pefindo melihat industri penjaminan memang diuntungkan oleh sinergi bisnis yang potensial dan berkesinambungan dengan bank-bank milik negara dan pemerintah daerah.
"Peluncuran program pemulihan ekonomi nasional dan hubungan yang dekat dengan bank-bank milik pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, menyebabkan imbal jasa penjaminan dapat terbantu dan nilai penjaminan total dapat meningkat," ujar Pefindo.
Namun demikian, di sisi lain, para pelaku industri penjaminan memiliki ruang terbatas untuk meningkatkan imbal jasa penjaminan karena produk-produk penjaminan terkait program pemerintah seperti penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) memiliki struktur imbal jasa yang baku.
Sementara itu, produk komersial lainnya memiliki kompetisi yang ketat dengan perusahaan asuransi umum yang juga dapat menawarkan layanan serupa, sehingga membatasi fleksibilitas penetapan harga bagi perusahaan penjaminan.
"Karakteristik ini berasal dari fakta bahwa kebanyakan perusahaan penjaminan dimiliki oleh pemerintah daerah untuk melengkapi bisnis perbankan pembangunan daerahnya, atau oleh pemerintah pusat untuk mendukung program pemerintah yang khususnya ditujukan untuk penyaluran pinjaman mikro atau ke segmen produktif, untuk meningkatkan perkembangan sosial ekonomi," jelasnya.
Ditambah dari sisi klaim, Pefindo melihat bahwa pandemi telah memberikan tekanan pada rasio klaim lebih jauh lagi di segmen UMKM, sehingga membatasi efektivitas usaha perbaikan pada sisi underwriting.
Klaim yang melonjak mengindikasikan tingkat yang tinggi pada penjaminan macet, yang naik bersamaan dengan tingkat kredit macet pada perbankan yang dijamin.
Oleh sebab itu, pertumbuhan industri penjaminan akan mendapat tantangan oleh profil risiko yang tinggi dari portofolio penjaminan dari program kredit pemerintah dan kredit produktif, sejalan dengan misi menumbuhkan aktivitas ekonomi pada akar rumput.
Usaha dari para pemain, seperti meningkatkan bisnis penjaminan sektor non-produktif dan mengintensifkan usaha subrogasi dan mempertinggi porti retensi dari bank memang bisa membantu, namun butuh waktu bertahap.
Tantangan lain ada dari sisi kompetisi yang intens dari sektor asuransi umum yang memiliki izin usaha penjaminan, walaupun pandemi juga tampak telah mempengaruhi selera dari perusahaan asuransi, di mana mereka memiliki lini bisnis yang lebih bervariasi.
"Dengan demikian, kami melihat bahwa perbaikan pada kinerja operasional hanya akan dapat terjadi secara bertahap. Kami juga memandang bahwa imbal hasil terhadap rata-rata aset pada industri penjaminan ini akan tetap rendah, di bawah 1,5 persen pada jangka dekat hingga menengah," tutup Pefindo.