Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Fintech Tumbuh Terlalu Cepat, Ada Risiko Mengadang

Pertumbuhan industri teknologi finansial (tekfin/fintech) di Indonesia dinilai terlalu cepat.
Pengunjung menghadiri acara FinTech for Capital Market Expo 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (19/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung menghadiri acara FinTech for Capital Market Expo 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (19/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan teknologi finansial (tekfin/Fintech) di Indonesia terbilang terlalu cepat. Kondisi itu menjadi risiko tersediri ketika tidak diimbangi dengan literasi yang memadai dari masyarakat selaku pengguna, maupun calon pengguna.

Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Rudiantara mengungkap hal tersebut membuat ekosistem fintech Tanah Air harus mulai kompak mengarah ke satu tujuan, yaitu edukasi untuk melindungi konsumen itu sendiri.

"Fintech itu perkembangannya cepat, dinamikanya luar biasa. Pemerintah tidak bisa sendirian mengawasi, harus melakukan pendekatan ekosistem, harus terus bergandengan dengan asosiasi terkait sebagai self regulatory organization [SRO]," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (24/10/2021).

Pemerintah, menurutnya, harus harus menjaga ekosistem dengan posisinya agar kebijakan yang dibuat tidak terlalu menekan inovasi, semakin konsisten dalam hal penegakkan hukum, dan terus fokus pada pemerataan infrastruktur pendukung ekosistem digital.

Sementara itu, asosiasi harus mampu menjamin keamanan konsumen dengan menjaga para anghotanya tidak keluar dari koridor regulasi dan etika perilaku. Sedangkan para pemain perlu membuktikan diri memiliki tata kelola yang baik dan memperbesar perannya berkaitan peningkatan literasi masyarakat, minimal pada user-nya sendiri.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2014-2019 yang kini turut terjun sebagai steering committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) ini menggambarkan bahwa platform fintech memiliki tujuan mengisi gap layanan finansial yang sebelumnya sulit diakses, kini menjadi mudah dan murah berkat digitalisasi.

Sebagai contoh, berkat pemain payment gateway, dompet digital (e-wallet), dan aggregator, pengguna mulai dekat dengan berbagai transaksi nontunai, termasuk pembelian produk-produk finansial.

Para pemain fintech investment telah memudahkan akses investor pemula ke instrumen reksa dana dan saham menjadi salah satu pendorong investor ritel Indonesia melejit.

Terakhir, fintech di bidang pendanaan atau pinjam-meminjam (lending) memberikan akses kredit ke segmen masyarakat dan UMKM unbanked dan underserved, yang sebelumnya tak tersentuh lembaga keuangan konvensional.

Namun, sayangnya literasi finansial masyarakat belum optimal, dan ditambah literasi digital yang juga masih terbilang rendah, tak heran platform ilegal seperti pinjaman online (pinjol) dan investasi bodong memanfaatkan momen ini untuk menjaring korban.

"Industri yang berangkat dari pemanfaatan teknologi digital ini pertumbuhannya tidak bisa dicegah. Jadi semua pihak harus menjaga. Fokusnya menuju inklusi keuangan, yang menjadi perhatian itu keamanan konsumen, jalannya lewat peningkatan literasi. Terakhir, penegakkan hukum juga harus konsisten," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper