Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal bukan hanya didorong oleh niat para pelaku yang memanfaatkan keterbukaan akses di era digitalisasi, tetapi juga karena ada kesempatan, yaitu demand yang tinggi dari masyarakat.
Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengungkap inilah pentingnya melihat fenomena pinjol ilegal dari perspektif yang lebih komprehensif.
"Kebutuhan akses pinjaman di era pandemi ini kan meningkat, ya, apalagi dari kalangan yang rentan masuk zona kemiskinan, demand besar sekali. Jadi, belum tentu semua korban terjebak. Di satu sisi, ada korban yang memang kepepet, kemudian sengaja masuk [ke pinjol ilegal] karena tidak tahu lagi harus ke mana," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).
Pemerintah harus memahami bahwa para korban pinjol ilegal yang terhimpit keadaan ini termasuk kategori yang tidak mampu mendapatkan akses pinjaman dari lembaga keuangan atau platform resmi.
Oleh sebab itu, tak lagi relevan apabila solusi yang ditawarkan hanya sikap reaktif, seperti hanya menindak platform yang telah memakan korban, atau bahkan mengimbau masyarakat agar tak usah membayar pinjaman yang sudah diterima dari pinjol ilegal.
Aksi nyata pemerintah harus lebih signifikan, mulai dari sisi penindakkan konsisten sampai menyasar tokoh kunci, sampai penguatan hukum berupa undang-undang yang tak lagi bisa mentoleransi aktivitas platform ilegal.
Baca Juga
"Penindakkan harus terus jalan, tapi juga harus ada upaya lebih. Karena bagi pelaku pinjol ilegal itu setiap satu platform ditutup, mereka gampang bisa bikin yang baru lagi. Sinergi OJK, Kemenkominfo dan pihak kepolisian harus terus dijaga, sementara pemerintah pikirkanlah bagaimana memberikan solusi di sisi demand tadi," tambahnya.
Pada akhirnya, upaya lebih dari pemerintah diharapkan turut memperkuat posisi dari platform fintech yang legal. Bukan hanya menekan mereka melakukan diferensiasi lewat menekan agar bunga dan biaya layanan lebih 'murah', namun juga dari sisi penguatan para platform resmi untuk mengatasi gap permintaan kredit yang sedang memuncak.
"Edukasi [soal fintech lending] itu saya rasa nggak kurang-kurang amat. Tapi kalau sudah kepepet, bisa lupa semua, akhirnya lari ke pinjol ilegal. Sebagai contoh, ada masyarakat yang anggota keluarganya sakit, butuh pinjaman biaya kesehatan, sementara tidak semua penyakit tercover BPJS Kesehatan. Ada juga biaya pendidikan, butuh gadget, dan pulsa untuk masuk sekolah di era pandemi. Jadi, alangkah baiknya platform legal itu justru harus diberi kesempatan memperluas peran," tutupnya.