Bisnis.com, JAKARTA – Semarak penggalangan dana oleh emiten di sektor keuangan diproyeksi terus bergulir hingga 2022 seiring dengan tingginya kebutuhan modal untuk melakukan ekspansi kredit dan memperkokoh lini bisnis bank digital.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menuturkan bergulirnya roda di sektor riil membuat industri membutuhkan suntikan, baik untuk investasi maupun modal kerja. Oleh sebab itu, bank perlu menyiapkan sejumlah langkah strategis guna memperkuat struktur permodalan.
“Bank perlu melakukan langkah-langkah penghimpunan dana di 2022, sebagai kelanjutan dari aksi korporasi pada tahun ini melalui rights issue, private placement, ataupun penjualan aset,” ujar Amin saat dihubungi Bisnis, Selasa (9/11/2021).
Menurutnya, aksi korporasi tersebut perlu diimbangi dengan rencana kerja yang bagus, kinerja perbankan, serta perbaikan dan pertumbuhan aset produktif. Apabila ada tanda perbaikan dan pertumbuhan yang baik, maka hal tersebut bisa menjadi pertimbangan.
“Namun, apabila ketiga hal tersebut tidak sejalan dengan agresivitas aksi korporasi dalam menggalang dana, maka ini patut untuk dipertimbangkan sebaliknya,” tuturnya.
Di sisi lain, Amin mengingatkan investor perlu mempertimbangkan kinerja perbankan bahwa dana yang digalang ditujukan untuk kepentingan investasi aset pembayaran dan pemulihan kredit. Menurutnya, hal itu menyangkut risiko yang akan dihadapi oleh investor ke depannya.
Baca Juga
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penghimpunan dana di pasar modal hingga 26 Oktober 2021 telah mencapai Rp273,93 triliun atau meningkat 282,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020.
Realisasi tersebut didominasi oleh aksi rights issue emiten bank, termasuk emisi terbesar dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. senilai Rp95 triliun.
Aksi tambah modal melalui mekanisme rights issue perbankan kecil juga dilakukan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), PT Bank Jtrust Indonesia Tbk. (BCIC) hingga PT Bank Bumi Artha Tbk. (BNBA) hingga akhir tahun ini.
BBHI, misalnya, akan menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) kepada para pemegang saham sebanyak 10,05 miliar saham biasa dengan nilai nominal Rp100 per saham dengan harga pelaksanaan Rp478 per saham.
PT Mega Corpora selaku pemegang saham terbesar BBHI dengan kepemilikan saham mencapai 90 persen hanya akan mengambil bagian dan melaksanakan sebagian dari HMETD sebanyak 2,712 miliar atau 30 persen.
Berdasarkan laporan dari PT Mega Corpora, investor strategis saat ini sedang memasuki tahap uji tuntas atau due diligence. Investor strategis akan memberikan komitmennya sebelum jadwal pendaftaran menjadi efektif dari OJK.
Perseroan menargetkan dapat mengantongi pernyataan efektif dari OJK pada 6 Desember 2021. Adapun tanggal pencatatan efek di Bursa Efek Indonesia dijadwalkan pada 20 Desember 2021, sementara periode pelaksanaan berlangsung pada 20-24 Desember 2021.