Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AAUI Luncurkan Asuransi Tanaman Berbasis Indeks

Asuransi tanaman berbasis indeks, yakni proteksi terhadap risiko kekurangan kelembapan tanah yang dapat berakibat pada gagal panen.
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia atau AAUI meluncurkan asuransi tanaman berbasis indeks, yakni proteksi terhadap risiko kekurangan kelembapan tanah yang dapat berakibat pada gagal panen. Asuransi itu menggunakan indeks data harian yang memberikan valuasi sebelum risiko menimpa petani.

Ketua Umum AAUI Hastanto Sri Margi (HSM) Widodo menjelaskan bahwa produk tersebut merespons perubahan curah hujan pada paruh pertama dan kedua setiap tahun. Hal tersebut menyebabkan kurangnya kelembapan tanah pada Mei—Juli dan kelebihan kelembapan pada Juli—Oktober, yang menurut Widodo dapat memengaruhi hasil panen.

AAUI melihat bahwa kelembapan tanah sebagai salah satu risiko bagi petani, sehingga perlu terdapat mekanisme pengukuran otomatis atas kondisi tanah. Maka, menurut Widodo, pihaknya pun mengembangkan indeks otomatis yang menjadi acuan perusahaan-perusahaan asuransi umum dalam menentukan kapan kontrak asuransi terjadi.

"Saat perlindungan Mei sampai Juli, lalu Agustus terdapat perhitungan otomatis [bahwa kelembapan tanah sudah menurun dan masuk kategori berisiko], data dari indeks itu dikirimkan ke asuransi oleh sistem. Asuransi bisa langsung mengirimkan klaim kepada petani tanpa perlu mengisi banyak dokumen terlebih dahulu," ujar Widodo pada Kamis (16/12/2021).

Widodo memandang asuransi tanaman berbasis indeks penting karena tidak semata-mata mengganti kerugian saat terjadi risiko, tetapi klaim asuransi dapat mencegah risiko lebih buruk terjadi. Simpulan itu diperolehnya berdasarkan studi terhadap petani bawang, yakni 36 persen modalnya saat menanam adalah untuk pompa air.

Terbatasnya modal petani membuat mereka kerap kesulitan untuk mengairi ladang saat musim kemarau tiba, sehingga kurangnya kelembapan tanah akibat sedikitnya pasokan air dapat mengurangi kualitas tanaman, atau bahkan yang terburuk menjadi gagal panen. Adanya data indeks kelembapan tanah membuat asuransi bisa membayarkan klaim menjelang kontrak, sehingga petani bisa menggunakan dananya untuk menyewa pompa air.

"Asuransi ini memang agak loncat [bukan membayar di akhir setelah risiko terjadi], kami empowering petani terhadap risiko kekeringan agar tidak gagal panen saat kekurangan kelembapan. Tadi masalahnya memang karena cuaca, tetapi kami tutup risikonya dengan asuransi sehingga tanaman bisa terjaga," ujarnya.

Menurut Widodo, skema asuransi tersebut sudah berjalan di beberapa negara. Namun, perusahaan-perusahaan asuransi perlu membayar platform indeks data cuaca dan tanah sehingga biaya asuransi meningkat, oleh karena itu di Indonesia AAUI mengembangkan sendiri platformnya agar biaya dapat lebih hemat.

"Ini otomasi at full expand, menekan biaya semurah mungkin dengan mengembangkan platform sendiri. Perusahaan asuransi tetap mengambil margin dari produkya, tetapi tidak ada biaya untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang tidak perlu [karena semua platform berasal dari AAUI]," ujarnya.

Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi Idris mendukung pengembangan asuransi tanaman berbasis indeks tersebut. Saat ini, terdapat proteksi berupa asuransi untuk jagung dan asuransi berbasis indeks untuk kakao.

Menurutnya, keterjangkauan premi asuransi menjadi faktor krusial karena kemampuan petani terbatas, terlebih untuk membeli asuransi. Selain itu, kemudahan pengajuan klaim dengan cepat harus menjadi fokus perusahaan-perusahaan asuransi.

"Dari sini kami harap asuransi indeks bisa mengatasi tantangan, mengingat klaim bisa lebih cepat, sehingga memengaruhi produktivitas petani," ujar Riswinandi pada Kamis (16/12/2021).

Riswinandi menilai bahwa kondisi krisis iklim berdampak besar terhadap para petani karena cuaca berubah dari waktu ke waktu dan meningkatkan potensi gagal panen. Ancamannya belum termasuk dari hama dan penyakit, sehingga petani menghadapi berbagai risiko yang cukup serius dalam jangka panjang.

Menurutnya, AAUI dan perusahaan-perusahaan asuransi umum memerlukan data yang sangat kompleks untuk bisa menjawab tantangan dan menyediakan solusi yang terjangkau. OJK pun menyatakan akan mendukung dari aspek regulasi, melalui koordinasi dengan kementerian-kementerian dan pemangku kepentingan terkait agar pengembangan asuransi berbasis indeks dapat terus berjalan.

"Pemerintah perlu turun tangan, karena keikutsertaan dalam asuransi pertanian dapat membantu apabila terjadi kegagalan produksi hasil panen. Lalu, selain melalui produk asuransi umum konvensional, OJK juga secara berkelanjutan mendorong pelaku industri untuk memberikan value added kepada masyarakat melalui inovasi-inovasi produk asuransi," ujar Riswinandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper