Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Siap Naikkan Suku Bunga, BI Tunjukkan Sinyal Dovish

Pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo yang menyatakan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) tidak serta-merta berarti suku bunga acuan BI juga akan dinaikkan, menandakan sinyal dovish.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai terdapat sinyal kebijakan moneter yang ditangkap dari konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Desember 2021 kemarin, Kamis (16/12/2021).

Menurut Satria, pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo yang menyatakan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) tidak serta-merta berarti suku bunga acuan BI juga akan dinaikkan, menandakan sinyal dovish.

"Ini merupakan pernyataan dovish, terlebih karena disuarakan tepat setelah Federal Reserve AS mengumumkan rencananya untuk mempercepat pengurangan quantitative easing dan kenaikan tingkat suku bunga," jelas Satria dalam pernyataan resmi, Kamis (16/12/2021).

Pernyataan dovish tersebut, tambah Satria, ditekankan lagi dengan pernyataan Deputi Gubernur Dody Budi Waluyo yang berpendapat bahwa exit strategy BI tahun depan tidak seharusnya bersandar pada kebijakan tingkat suku bunga.

Di sisi lain, Bahana Sekuritas menilai apabila inflasi tahun depan melampaui target bank sentral, maka pengetatan akan dilakukan pada sisi makroprudensial dan perangkat manajemen likuiditas.

Terkait dengan kebijakan suku bunga, Bahana Sekuritas memperkirakan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sepanjang 2022 akan dipertahankan di level 3,5 persen. Hal ini meskipun terjadinya kenaikan tingkat suku bunga yang agresif di AS.

"Apabila inflasi Indonesia tetap lemah di level 1,5-2 persen [menandakan daya beli yang tetap lemah], kami melihat kemungkinan bagi BI untuk melonggarkan kebijakan moneternya, sehingga bergabung dengan Bank Rakyat China [PBOC] dalam melawan arus pengetatan kebijakan moneter global," tutur Satria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper