Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat telah menerima 2.152 pengaduan terkait sektor jasa keuangan sepanjang tahun ini. Wakil Ketua BPKN, Mufti Mubarok mengatakan, aduan tersebut didominasi oleh sektor asuransi.
Mufti mengungkapkan, banyaknya aduan tersebut bahkan mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
"Rabu kemarin, kami menerima rekor MURI untuk pengaduan terbanyak di bidang asuransi. Ini berkah dan bencana bagi kami," ujar Mufti dalam webinar Pembenahan Tata Kelola Asuransi Nasional, Kamis (23/12/2021).
"Data yang masuk ke kami pada 2021 ini, sebanyak 2.152 pengaduan, cukup besar, dan didominasi sektor asuransi. Ini saya kira angka yang dari tahun ke tahun kenaikannya sampai 200 kali lipat soal pengaduan di jasa keuangan," imbuhnya.
Dia menyebut, aduan terkait sektor asuransi didominasi oleh penolakan klaim dari perusahaan asuransi. Kemudian, diikuti dengan aduan tentang misselling produk asuransi. Lalu, kepailitan dan gagal bayar perusahaan asuransi yang dinilai menjadi alibi perusahaan tidak membayarkan klaim.
Menurutnya, persoalan-persoalan asuransi tersebut sudah dalam tahap mengkhawatirkan dan telah menjadi catatan kelam bagi negara dan konsumen.
Baca Juga
"Empat persoalan ini menyeruak di kami dan kami cukup kewalahan menyelesaikan. Kami akan minta tolong OJK ketika persoalan ini yang menurut saya 'pandemi asuransi' dan kemudian jadi 'tsunami'. Penyakit asuransi ini sudah stadium empat, dalam kategori mengkhawatirkan karena hampir semua tidak terselesaikan," katanya.
Oleh karena itu, kata Mufti, perbaikan tata kelola industri asuransi mendesak dilakukan. Pengawasan terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian harus dimaksimalkan. Bila perlu, pemerintah membentuk satgas asuransi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyeruak dalam beberapa waktu terakhir.
Terkait misseling produk asuransi, BPKN juga meminta agar agen-agen asuransi mendapat pendidikan yang lebih intens dari OJK agar dapat melakukan penjualan produk yang sesuai.
"Sebenarnya yang membuat masalah atau biang kerok itu, kan, klausa baku atau janji-janji tentang premi, investasi. Agen beri janji-janji yang berlebihan. Klausa baku tolong dibenahi OJK maupun pelaku usaha supaya ada kejelasan di awal. Kadang konsumen juga tidak paham," kata Mufti.