Bisnis.com, JAKARTA — Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 terancam dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi mengatakan lembaganya sebenarnya telah memberikan diskresi atas pelanggaran ketentuan kesehatan perusahaan yang terjadi di AJB Bumiputera. Diskresi tersebut diberikan sementara untuk memberikan kesempatan kepada manajemen perusahaan agar dapat memperbaiki kesehatan keuangan perusahaan.
"[Diskresi] ini kelihatannya kami akan melakukan pembatalan sehingga kalau pembatalan dilakukan yang terkait dengan kesehatan itu, mereka tidak akan bisa memenuhi dan tentu ujungnya sesuai dengan pengawasan kehati-hatian, yang paling konservatif adalah tidak dapat dilanjutkan usahanya ini," ujar Riswinandi dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (2/2/2022).
Dia menuturkan, OJK sudah memberikan waktu yang cukup lama kepada perusahaan untuk melakukan perbaikan. Perlu diketahui permasalahan AJB Bumiputera ini sudah terendus sejak 1997, di mana saat itu perusahaan sudah mengalami defisit ekuitas Rp2,07 triliun. Berbagai upaya penyehatan telah dilakukan sejak pengawasan masih di Kementerian Keuangan, tetapi hingga hampir 25 tahun ini, persoalan tersebut tak kunjung selesai.
Upaya penyehatan AJB Bumiputera juga dinilai sulit dilakukan lantaran perusahaan asuransi ini merupakan perusahaan berbentuk mutual di mana pemegang polis juga merupakan pemegang saham. OJK pun hanya bisa mengarahkan penyehatan dilakukan sesuai anggaran dasar perusahaan.
Apalagi, hingga saat ini, Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang memiliki fungsi strategis dalam penyehatan perusahaan masih mengalami kekosongan dan pembentukannya dinilai berlarut-larut. Pada 10 Januari 2022, panitia pemilihan BPA telah menetapkan sembilan calon BPA dari 11 daerah. Masih terdapat ketidaksepakatan penetapan calon BPA dari dua daerah, yakni Sumbagsel dan DKI Banten. OJK pun masih menunggu kelengkapan seluruh calon BPA untuk dilakukan fit dan proper test.
"Kalau di perusahaan lain itu ada pemegang saham sehingga kami bisa kejar pemegang sahamnya. Kalau di sini, pemegang saham atau pemiliknya itu adalah para pemegang polis, jadi sulit untuk melakukan itu," katanya.
Adapun, OJK mencatat defisit ekuitas perusahaan mencapai Rp21,9 triliun per 31 Desember 2021. Hal ini disebabkan aset perusahaan sampai dengan akhir tahun lalu hanya tinggal Rp10,7 triliun, sedangkan liabilitas perusahaan sudah mencapai Rp32,63 triliun.
Indikator kesehatan keuangan perusahaan juga jauh di bawah ketentuan minimum yang ditetapkan OJK, antara lain risk based capital (RBC) mencapai minus 1.164,77 persen per Desember 2021, rasio kecukupan investasinya sebesar 12,11 persen, dan rasio likuiditas perusahaan tercatat hanya sebesar 16,4 persen.
Di samping itu, AJB Bumiputera saat ini juga memiliki utang klaim atas 494.178 polis dari 521.917 orang peserta, dengan nilai polis yang diklaim mencapai Rp8,4 triliun. OJK telah memberikan sanksi peringatan SP 1 kepada perusahaan terkait utang klaim tersebut.
Namun, hingga batas waktu 23 Desember 2021, AJB Bumiputera belum menyelesaikan kewajiban utang klaim tersebut. OJK pun tengah memproses untuk meningkatkan sanksi peringatan ke tahap selanjutnya, yaitu SP 2, SP 3, sanksi pembatasan kegiatan usaha, hingga sanksi pencabutan izin usaha.
"Kami sedang dalam proses untuk meningkatkan sanksi administrasinya," kata Riswinandi.