Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody’s: Pengelolaan Kredit Menjadi Tantangan Bank Digital

Bank Digital berhasil meningkatkan simpanan dengan menawarkan manajemen akun yang mudah digunakan dan suku bunga simpanan yang kompetitif. Namun, sebagian besar dari mereka belum mengembangkan portofolio pinjaman secara memadai untuk menghasilkan keuntungan.
Transaksi digital/istimewa
Transaksi digital/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA. - Moody’s Investor Service, perusahaan jasa analisis keuangan dan analisisi atas lembaga usaha dan lembaga pemerintah, mengungkapkan model bisnis dalam siklus kredit menjadi tantangan bagi bank-bank digital di Asia Tenggara.

Dalam laporannya yang berjudul Dampak Bank Digital Pada Inovasi dan Inklusi, Moody’s menyebutkan terlepas dari ekspansi kuat ke segmen waralaba, perkembangan bank digital di Asia Tenggara masih tahap awal. Meski demikian, bank digital telah cukup berhasil dalam merangkul masyarakat yang belum terlayani.

Keberhasilan bank digital akan tergantung pada kemampuan mereka untuk menanggung orang-orang yang tidak memiliki rekening bank dan tidak terlayani sehingga lebih menguntungkan.

“Keuangan beberapa bank digital sejauh ini menunjukkan bahwa mereka lebih berhasil menarik simpanan daripada pinjaman penjaminan,” tulis Moody’s dalam laporannya, Rabu (2/3/2022).

Moody’s menambahkan meski telah meningkatkan simpanan dengan menawarkan manajemen akun yang mudah digunakan dan suku bunga simpanan yang kompetitif, sebagian besar bank digital belum mengembangkan portofolio pinjaman mereka secara memadai untuk menghasilkan keuntungan.

Dalam laporannya, Moody’s memaparkan BCA Digital dan Sea Bank adalah dua bank yang belum memiliki fitur pinjaman di aplikasinya. Keduanya diluncurkan pada 2021. Sementara itu Bank Neo Commerce (BBYB) dan Bank Jago (ARTO) memilih bekerja sama dengan institusi dan platform pinjaman.

Moody’s juga menyebut meski bank digital lebih efisien. Namun kelangsungan hidup masih belum pasti dan sangat bergantung pada kemampuan manajemen aset orang-orang yang tidak memiliki rekening bank dan kurang terlayani, segmen yang secara tradisional berisiko.

Kekhawatiran lain adalah potensi volatilitas dalam dukungan keuangan dari perusahaan teknologi. Perusahaan teknologi besar dapat memberikan kemampuan teknis yang kuat untuk afiliasi bank digital mereka. Sementara itu, kemampuan mereka untuk mempertahankan dukungan keuangan untuk bank digital tidak pasti.

“Penurunan harga saham Grab, Sea dan Bukalapak baru-baru ini menyoroti bagaimana sentimen investor dapat merusak prospek pendanaan perusahaan-perusahaan ini,” tulis Moody’s.

Moody’s menyebut menjamurnya bank digital di Asia Tenggara mendorong pertumbuhan sistem perbankan kawasan dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan perbankan.

Potensi keuntungannya besar karena inklusi keuangan masih sederhana di sebagian besar wilayah. Sebagian besar penduduk wilayah tersebut tidak memiliki rekening bank, dan lebih banyak lagi yang tidak memiliki kartu kredit.

Kesenjangan pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga masih cukup besar di kawasan ini, khususnya di Indonesia dan Filipina. Pada 2017, World Bank menyampaikan kesenjangan pembiayaan untuk UMKM di Indonesia 19 persen dari PDB, sementara itu di Filipina angkanya mencapai 75 persen dari PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper