Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OCBC NISP (NISP) Pangkas Suku Bunga Dasar Kredit, Ini Detailnya

Brand and Communication Division Head Bank OCBC Aleta Hanafi mengatakan suku bunga dasar kredit korporasi mengalami penurunan dari sebelumnya 8,50 persen menjadi 8,25 persen.
Petugas berbincang dengan nasabah di kantor cabang PT Bank OCBC NISP Tbk di Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Petugas berbincang dengan nasabah di kantor cabang PT Bank OCBC NISP Tbk di Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) memangkas suku bunga dasar kredit untuk semua kategori. Perubahan suku bunga ini akan berlaku mulai Sabtu (26/3/2022).

Brand and Communication Division Head Bank OCBC Aleta Hanafi mengatakan suku bunga dasar kredit korporasi mengalami penurunan dari sebelumnya 8,50 persen menjadi 8,25 persen. Adapun, suku kredit retail turun dari sebelumnya 9,00 persen menjadi 8,50 persen.

“Selain itu, suku bunga dasar kredit konsumsi juga mengalami penurunan, untuk KPR sebelumnya 8,25 persen menjadi 8,00 persen dan untuk Non-KPR sebelumnya 9,80 persen menjadi 9,25 persen,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/3/2022).

Berikut adalah suku bunga dasar kredit terbaru OCBC NISP:

Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)

Suku Bunga Dasar Kredit Rupiah

(Prime Lending Rate)
Berdasarkan Segmen Kredit
Kredit KorporasiKredit RitelKredit Konsumsi
KPRNon-KPR
8,25%8,50%8,00%9,25%

 *) efektif % per tahun

Sebagai catatan, Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16 – 17 Maret 2022 mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan ini seiring perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat. Terutama terkait ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.

RDG BI memandang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat seiring dengan perbaikan konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan. BI juga mencatat kinerja ekspor yang baik, meskipun tidak setinggi tahun lalu.

Adapun, kinerja ekspor ditopang oleh kenaikan harga komoditas. Kinerja ekspor ini berpengaruh langsung terhadap neraca transaksi berjalan sehingga pada akhirnya mempengaruhi ketahanan rupiah. BI pun melihat prospek pemulihan ekonomi akan tetap berlanjut.

Perry menuturkan bahwa BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di rentang angka 4,7 hingga 5,5 persen. Namun, peningkatan ketidakpastian pada pasar global akan memengaruhi capital inflow ke Tanah Air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper