Bisnis.com, JAKARTA — Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pantro Pander Silitonga menyoroti masih banyaknya sejumlah masalah yang bersifat fundamental di industri asuransi dan dana pensiun.
Dia memaparkan, sebagian besar produk asuransi jiwa masih dijual sebagai investasi. Sekitar 68 persen dari portofolio produk asuransi jiwa di Indonesia merupakan produk unit linked.
"Di unit linked banyak konsumen kecewa. Kenapa? karena janji hasil investasi yang tinggi tidak terealisasi. Belum lagi ada komponen biaya yang kurang transparan, baik itu biaya komisi yang tinggi dan juga biaya asuransi yang meningkat seiring dengan usia," ujar Pantro dalam uji kepatutan dan kelayakan atau fit & proper test oleh Komisi XI DPR RI, Kamis (7/4/2022).
Tak hanya unit linked, nasabah juga dikecewakan dengan produk asuransi endowment atau dwiguna karena perusahaan asuransi menjanjikan imbal hasil investasi yang tinggi. Namun karena pengelolaan aset dan liabilitas yang tidak baik, akhirnya mengalami gagal bayar, seperti yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Kemudian, dia memaparkan adanya persaingan harga yang tidak sehat di industri asuransi umum, seperti di lini asuransi kendaraan bermotor dan asuransi kredit.
"Kalau kita melihat asuransi umum terjadi perang harga yang tidak sehat. Sebagai contoh di asuransi kendaraan bermotor, walaupun sudah ada SEOJK Nomor 5 tahun 2017 yang mengatur bahwa batas maksimum komisi hanya 25 persen, tetapi praktik di lapangan perusahaan perusahaan asuransi memberikan komisi sampai 50 persen," katanya.
"Begitu pula, dengan asuransi kredit di mana rate premi yang makin lama makin turun tetapi komisi makin naik dan juga cakupan resiko yang ditanggung makin luas," imbuhnya.
Ia pun mengusulkan perlu dikaji mengenai perlunya klasifikasi perusahaan asuransi umum seperti halnya di industri perbankan, yakni ada kelompok bank modal inti BUKU 1 sampai dengan 4.
Sementara itu, di industri dana pensiun, ia melihat sebagian besar dana pensiun di BUMN mengalami kekurangan pendanaan.
"Juga banyak yang memakai suku bunga aktuaria yang tinggi 8-12 persen. Akibatnya liabilitas seakan-akan jadi lebih rendah. Artinya, kekurangan mungkin lebih besar lagi dan ini harus jadi perhatian kita bersama bagaimana kita mengelola liabilitas dan investasi dana pensiun," tutur Pantro.