Bisnis.com, JAKARTA — Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai implementasi kelas rawat inap standar (KRIS) atau penghapusan kelas rawat inap dalam program jaminan kesehatan nasional (JKN) sebaiknya ditunda.
Menurut Timboel, masih banyak hal yang perlu dipersiapkan dalam implementasi KRIS, termasuk terkait besaran tarif iuran yang dibayarkan peserta BPJS Kesehatan dan sosialisasi kepada masyarakat. Tenggat waktu pelaksanaan pada 1 Januari 2023 dinilai terlalu sempit untuk menyiapkan implementasi KRIS.
"BPJS Watch meminta dengan kondisi saat ini KRIS dan KDK [kebutuhan dasar kesehatan] ditunda saja, paling tidak KRISnya, karena bagaimanapun juga perlu kesiapan-kesiapan. Regulasi belum selesai, kemudian bagaimana sosialisasinya, dan sebagainya," ujarnya dalam acara peluncuran buku Menyulam Program JKN Menjadi Andalan dan Kebanggaan Bangsa Indonesia, Selasa (17/5/2022).
Dia juga memandang bahwa besaran iuran yang akan ditetapkan harus dapat terjangkau oleh peserta mandiri. Ia khawatir iuran yang terlalu tinggi dapat meningkatkan jumlah peserta yang menunggak iuran.
"Terkait iuran juga apakah nanti Rp75.000? Menurut saya, ini akan terjadi penumpukan orang lagi yang menunggak khususnya peserta kelas 3. Kalau kelas 1 dan 2 alhamdulillah turun dari Rp150.000 ke Rp75.000, dari Rp100.000 ke Rp75.000. Tapi bagaimana yang mayoritas di mandiri?" katanya.
Menurutnya, bila implementasi KRIS tidak dipertimbangkan secara matang, pencapaian target universal health coverage akan makin sulit nantinya.
Sebelumnya, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri menyebutkan bahwa proses penyiapan KRIS JKN saat ini berada dalam tahap perumusan dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas layanan JKN. Potensi dampak penerapan KRIS telah dipetakan. DJSN bersama Kementerian Kesehatan juga telah menyusun pentahapan implementasi KRIS JKN.
“Kami berupaya agar tenggat regulasi, yakni revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dapat terpenuhi di 2022. Revisi Perpres tersebut akan mengatur beberapa kebijakan, mulai dari manfaat Jaminan Kesehatan Nasional, pendanaan JKN, mekanisme belanja JKN ataupun tarif layanan,” jelas Asih belum lama ini, dikutip dari laman resmi DJSN.