Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) akan merevisi target penyaluran kredit pada tahun ini menyusul kinerja moncer yang dibukukan perseroan hingga kuartal I/2022.
Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu menuturkan bahwa mulanya emiten bank bersandi saham BINA ini menargetkan pertumbuhan kredit hingga 30 persen sampai akhir 2022. Akan tetapi, target itu akan segera diubah seiring meningkatnya realisasi kredit perseroan.
Sampai dengan kuartal I/2022, bank yang mayoritas sahamnya digenggam oleh PT Indolife Pensiontama milik Grup Salim ini, telah menyalurkan kredit senilai Rp5,4 triliun atau melonjak 95 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Kami punya target awal yang masuk ke OJK [Otoritas Jasa Keuangan] itu sudah terlewati karena pencapaiannya yang juga di luar ekspektasi kami, cukup tinggi, dan kami sedang menuju untuk meminta revisi target kredit ini,” ujar Daniel dalam paparan publik, Jumat (3/6/2022).
Daniel menjelaskan bahwa berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja mencatatkan kenaikan tertinggi yakni 104,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp4,04 triliun. Diikuti kredit investasi yang mencapai Rp1,13 triliun atau tumbuh 85 persen yoy.
Pada saat bersamaan, BINA tetap mampu menjaga kualitas kredit di level yang sehat, tercermin dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross sebesar 1,83 persen. Angka ini di bawah rerata industri perbankan yang mencapai 3,08 persen pada akhir Februari 2022.
Per akhir Maret 2022, Bank Ina mencatatkan pertumbuhan yang kuat dengan pencapaian total aset sebesar Rp17,7 triliun, atau meningkat 67 persen yoy. Daniel menuturkan capaian itu didukung peningkatan dana pihak ketiga (DPK) yang naik 54 persen menjadi Rp14,38 triliun.
“Simpanan deposito juga tumbuh 63 persen menjadi Rp7,9 triliun. Upaya menghimpun dana pihak ketiga dilakukan dengan tetap menjaga biaya dana seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia,” ujar Daniel.
Di sisi lain, rasio permodalan BINA tercatat sebesar 36,97 persen atau masih cukup baik untuk mendukung pertumbuhan bisnis perseroan dan juga likuiditas yang terjaga dengan baik.