Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Digital Volt di Australia Tutup, Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Bank Digital murni di Australia, Volt memutuskan mengakhiri bisnisnya akibat tidak mampu menghimpun dana pihak ketiga (DPK).
Ilustrasi daftar bank digital di Indonesia/Freepik
Ilustrasi daftar bank digital di Indonesia/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Dukungan induk usaha mengambil peranan penting menjaga keberlangsungan bank digital di tengah kenaikan inflasi di Tanah Air. Tanpa dukungan ekosistem dan induk, bank digital akan sulit bersaing, bahkan tumbang, seperti salah satu bank digital murni di Australia, Volt.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan pada umumnya bank digital di Indonesia tidak berdiri sendiri. Beberapa bank digital bahkan dihadirkan oleh bank konvensional yang telah lebih dahulu hadir.

“Jadi situasinya saya pikir akan berbeda dengan bank-bank yang ada di luar negeri,” kata Abdul, Rabu (6/7).

Sebelumnya, salah satu bank digital murni di Australia, Volt, tumbang karena dikabarkan tidak mampu menghimpun dana untuk beroperasi. Kondisi yang terjadi di tengah berkurangnya kemampuan saving warga Australia akibat lonjakan inflasi yang mencapai 5,1 persen. 

Abdul meyakini bank-bank digital di Tanah Air yang tergabung dalam konglomerasi, tidak akan bernasib sama dengan bank digital di Australia.

Abdul juga berpendapat dana pihak ketiga (DPK) bank-bank digital di Tanah Air saat ini banyak berasal dari komoditas, yang saat ini pertumbuhan harganya sedang tinggi hingga 11 persen yoy.

Alhasil, lanjut Abdul, meski bank digital di Indonesia tidak dalam performa yang baik, mereka tidak akan mematikan atau menutup bank digital tersebut.

“Karena saat ini trennya juga sedang menuju digital semua,” kata Abdul.

Abdul juga memperkirakan di tengah tantangan inflasi, bank digital masih akan bertarung dengan mengandalkan suku buku tabungan yang tinggi. Di satu sisi, kondisi akan menolong mereka dalam menghimpun DPK dan nasabah baru, namun di sisi lain membuat bunga kredit yang disalurkan menjadi lebih tinggi.

Di sisi lain, dengan bunga tabungan yang tinggi, lembaga penjamin simpanan (LPS) juga telah menyatakan tidak akan melakukan penjaminan.

“Simpanan yang dijamin adalah yang tidak melebihi suku bunga LPS sehingga ini menjadi bumerang juga bagi mereka, apalagi bisnis mereka tidak akan berkembang,” kata Abdul.

Sebelumya, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa tingkat bunga penjaminan saat ini sebesar 3,5 persen.

“Apabila nasabah menerima tingkat bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, maka simpanan nasabah dapat dinyatakan tidak layak bayar jika bank dicabut izin usahanya,” kata Purbaya kepada Bisnis, Selasa (5/7/2022).

Dia pun meminta kepada bank yang menawarkan suku bunga deposito lebih tinggi dari tingkat penjaminan LPS untuk memberikan informasi yang jelas kepada nasabah.

"Di sisi lain, nasabah perlu proaktif memastikan kepada bank apakah tingkat bunga simpanannya tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS," kataya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper