Bisnis.com, JAKARTA – Memasuki paruh kedua tahun 2022, sederet emiten perbankan mulai berpacu menggelar aksi penambahan modal melalui mekanisme rights issue. Selain memperkuat permodalan, aksi ini juga bertujuan memperluas ekspansi bisnis bank.
Dari sederet emiten perbankan yang siap menggalang dana di pasar modal, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) sejauh ini menjadi dua entitas yang membidik dana jumbo dari rights issue.
Bank Neo Commerce diketahui akan kembali menggelar aksi penambahan modal melalui skema rights issue pada kuartal III/2022. Dalam aksi tersebut, bank digital ini akan membidik penghimpunan dana segar senilai Rp5 triliun.
Terlepas dari ketentuan memenuhi modal inti, dana tersebut nantinya akan dialokasikan untuk kebutuhan operasional BBYB. Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan menuturkan 60–70 persen dari total dana yang terhimpun akan digunakan untuk investasi teknologi. Sementara itu, 10–15 persen akan ditahan oleh perseroan.
Dalam waktu dekat, BBYB akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sekaligus Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) guna meminta persetujuan kepada para pemegang saham terkait rights issue.
Rapat yang rencananya digelar pada 21 Juli mendatang ini akan membahas rencana penerbitan saham baru sebanyak 5 miliar. Perseroan juga akan mengajukan persetujuan peningkatan modal ditempatkan dan disetor dalam rangka pelaksanaan PMHMETD VI.
Baca Juga
Selain meminta restu rights issue, BBYB akan menyelenggarakan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) alias private placement. Aksi ini dapat dilaksanakan sekaligus atau bertahap dalam waktu 2 tahun, terhitung sejak disetujui RUPSLB.
Sementara itu, dalam perkembangan lain, Bank BTN dipastikan melaksanakan rights issue pada semester II/2022, setelah sederet rencana aksi korporasi BUMN berupa rights issue pada 2022 dan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2023 mendapat restu dari Komisi VI DPR
Bank BTN menjadi salah satu perusahaan pelat merah yang bakal mendapatkan suntikan modal senilai Rp2,98 triliun. Dengan mengacu pada pagu PMN tersebut, maka nilai penerbitan saham baru atau rights issue dari bank spesialisasi perumahan ini diperkirakan sebesar Rp4,96 triliun.
Jumlah tersebut mempertahankan porsi kepemilikan pemerintah di BTN sebesar 60 persen, sementara investor publik menggenggam kepemilikan 40 persen.
Menurut hitungan BTN, setiap penambahan modal sebesar Rp1 triliun akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp12 triliun. Alhasil, tambahan PMN diperkirakan bisa meningkatkan kapasitas kredit hingga Rp58,8 triliun.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan penambahan modal ini meningkatkan kemampuan perseroan untuk menyalurkan kredit sehingga dapat menekan angka backlog perumahan, terutama di segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Tambahan PMN akan menambah kecepatan kami menyalurkan pembiayaan. Kalau tanpa PMN tetap bisa ekspansi tetapi akan lebih lambat,” ujar Haru Selasa (5/7/2022).
Menurutnya, modal atau ekuitas merupakan penyangga apabila terjadi risiko kerugian akibat kredit macet. Oleh sebab itu, BTN dinilai tetap membutuhkan likuiditas dari masyarakat ataupun pasar modal untuk melakukan ekspansi kredit.