Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law Keuangan Utak-atik Penyelamatan Bank Gagal, Ini Bank Bermasalah yang Sempat Diurus OJK

Adapun dalam beberapa tahun terakhir upaya penyehatan bank telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berikut daftar bank bermasalah yang ditangani otoritas.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). /Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). /Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau Omnibus Law Keuangan tengah dibahas. Salah satu pasal dalam RUU ini menekankan pada penguatan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Adapun dalam beberapa tahun terakhir upaya penyehatan bank telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berikut daftar bank bermasalah yang ditangani otoritas:

Bank Banten

Permasalahan yang menimpa PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS) mencapai puncaknya pada 2020. Bank Banten dikabarkan gagal bayar dengan nilai hampir Rp900 miliar pada April.

Pada saat itu, Gubernur Banten Wahidin Halim menilai perlu segera memindahkan RKUD dari Bank Banten ke Bank Jabar Banten (BJB), sebagai bentuk langkah cepat dan percepatan serta memastikan ketersediaan anggaran, karena kas daerah di Bank Banten.

OJK pun masuk menangani kondisi tersebut dan pada 5 Mei 2021, OJK menyatakan Bank Banten dalam status sehat dan dapat kembali beroperasi secara normal, yang diputuskan dalam rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.

Status Bank Banten setelah dinyatakan sehat oleh OJK menjadi bank yang dapat beroperasi secara normal pada tingkat kesehatan Bank dengan nilai PK-3. Surat pemberitahuan status pengawasan Bank Banten dari OJK tersebut diterima langsung oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) di Jakarta.

Per Mei 2022, Bank Banten memiliki total aset sebesar Rp8,36 triliun, tumbuh 33,71 persen year on year. Bank Banten masih mencatatkan rugi tahun berjalan senilai Rp68,31 miliar, turun 23,44 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Bank Bukopin

Permasalahan PT Bank Bukopin Tbk. atau BBKP terjadi pada 2018. Bank Bukopin yang kini telah resmi berganti nama menjadi Bank KB Bukopin, ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK karena kesulitan likuiditas. OJK menyoroti laporan keuangan Bank Bukopin tahun 2017, yang dinilai memiliki kinerja buruk.

Untuk keluar dari posisi tersebut, pada Juli 2018 Bank Bukopin melakukan penambahan modal dengan skema rights issue. Saat itu KB Kookmin Bank masuk dengan membeli 94,02 persen dari saham yang beredar sebanyak 2,72 miliar saham seharga Rp570 per saham. Posisi kepemilikan menjadi KB Kookmin 22 persen, Bosowa 23,4 persen dan sisanya dipegang oleh Kopelindo, pemerintah RI, dan publik bertambah.

Likuiditas Bank Bukopin makin memburuk pada 2020. Bukopin pun membatasi penarikan dana di beberapa cabang. OJK berupaya membantu proses penyehatan Bukopin dengan menunjuk tim asistensi dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI).

Tim ini memberikan pendampingan guna mengatasi masalah kesulitan likuiditas yang dialami Bukopin, melalui surat tertanggal 11 Juni 2020.

Adapun pada kuartal I/2022 total aset konsolidasi Bank Bukopin sebesar Rp81,03 triliun, turun 9,17 persen dibandingkan dengan periode Desember 2021 yang sebesar Rp89,21 triliun.

Rugi tahun berjalan meningkat 688,02 persen dari Rp167 miliar menjadi Rp1,31 triliun per Maret 2022.

Bank Muamalat

Permasalahan PT Bank Muamalat Tbk. mulai terlihat pada 2015. Bank syariah pertama di Indonesia tersebut, kekurangan modal dan pemegang saham eksisting tidak mau memberikan dana segar. Alhasil, pada 2017, Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) turun menjadi 11,58 persen.

Selain itu, pembiayaan bermasalah Bank Muamalat melonjak hingga sempat di atas 5 persen, lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator.

OJK pun mencermati kondisi tersebut dan mengambil langkah. Pada 2019, otoritas memberikan kesempatan kepada calon investor yang sudah melakukan langkah-langkah strategis untuk memenuhi persyaratan dan persetujuan dari pemegang saham bank, menunjukkan keseriusan dengan menempatkan dana escrow account, dan menjamin keberlanjutan bisnis bank.

Pada Februari 2022 Mualamat dapat bernafas lega. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) resmi menjadi pemegang saham pengendali Bank Muamalat setelah menerima hibah saham dari Islamic Development Bank (IsDB) dan SEDCO Group sebanyak 7.903.112.181 saham atau setara dengan 77,42 persen.

Data terakhir, per Maret 2022 total aset yang dimiliki Bank Muamalat senilai Rp60,09 triliun, tumbuh 2 persen dibandingkan dengan Desember 2021. Laba tahun berjalan sebesar Rp11,98 miliar, tumbuh 385,18 persen dibandingkan dengan Desember 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper