Bisnis.com, BALI – Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menjelaskan bahwa kehadiran mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC) memiliki peran penting dalam sistem keuangan masa depan.
"Uang dan sistem pembayaran terus berkembang sepanjang sejarah manusia," katanya Juda dalam rangkaian side event G20 Indonesia bertajuk Techsprint Midpoint Event di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022).
Perubahannya kental dipengaruhi kemajuan teknologi serta perilaku penggunanya. Salah satu perubahan terbesar terjadi ketika Satoshi Nakamoto memperkenalkan blockchain pada 2008.
Teknologi ini, kata Juda, kemudian menghadirkan sistem desentralisasi baru dalam bentuk algorithmic currency.
Bentuk uang baru ini menawarkan sejumlah keuntungan, seperti mudah ditransfer, aman, hemat biaya dan pembayarannya lintas batas.
“Namun, di sisi lain, ia memiliki berbagai risiko, termasuk risiko kehilangan data, nilai yang sangat fluktuatif, dan transaksi ilegal,” imbuhnya.
Kendati memiliki sejumlah risikou, kata Juda, mata uang ini terus mencatatkan pertumbuhan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga
Apalagi saat pandemi Covid-19. Juda mengatakan bahwa saat ini ada lebih dari 20.000 jenis mata uang kripto di seluruh dunia.
Menurutnya, jumlah tersebut diprediksi akan terus bertambah dari waktu ke waktu dan dana yang mengalir ke mata uang kripto pribadi juga diperkirakan terus bertambah.
“Kekhawatiran atas implikasi risiko keuangan mereka tumbuh sejalan dengan kapitalisasi pasar yang tinggi, dikombinasikan dengan adopsi yang kuat,” pungkasnya.
Dalam konteks tersebut, Juda menyatakan bahwa CBDC dapat memainkan peran penting bagi sistem keuangan masa depan.
CBDC berpotensi cocok untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem yang terdesentralisasi.
“CBDC juga harus dapat berfungsi sebagai instrumen untuk mempengaruhi insentif pasar, serta untuk mengelola risiko keuangan yang muncul dari ekosistem yang terdesentralisasi.”
Menurut Juda, bank sentral di seluruh dunia terus memperluas upaya mereka dalam eksperimen terhadap CBDC.
Berdasarkan survei BIS 2021, 86 persen responden bank sentral secara aktif meneliti kasus potensial untuk CBDC, sementara 60 persen di antaranya dalam tahap eksperimen dan 14 persen telah meluncurkan proyek percontohan.