Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) bulan ini.
“Kita prediksi ada kemungkinan BI7DRR [BI-7 Days Reverse Repo Rate] naik 25 basis poin ke 3,75 persen di RDG Juli 2022,” katanya kepada Bisnis, Selasa (19/7/2022).
Menurutnya, salah satu penyebab kenaikan tersebut, yakni laju inflasi domestik yang diperkirakan masih akan melanjutkan peningkatan yang tinggi pada Juli 2022.
Di samping itu, dia menilai rupiah diperkirakan masih akan terus mengalami tekanan, sejalan dengan langkah The Fed yang diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini, namun BI akan mengubah pesan kebijakannya menjadi lebih hawkish dari sebelumnya.
Dia mengatakan, nilai tukar rupiah pada Juli 2022 sebenarnya menguat terhadap sebagian besar mata uang Asia. Perekonomian domestik juga mencatatkan surplus perdagangan yang lebih besar dari perkiraan, mencapai US$5,1 miliar pada Juni 2022.
Baca Juga
Sejalan dengan itu, cadangan devisa Indonesia meningkat US$800 juta menjadi US$135,6 miliar di tengah bank sentral China dan India mencatatkan penurunan cadangan devisa. Rupiah yang masih kuat tersebut, kata Satria, menjadi alasan Indonesia masih memiliki inflasi yang terkendali, terutama dari jalur impor.
Pasar menilai BI harus menaikkan suku bunga sebagai opsi teraman untuk mempertahankan perbedaan spread suku bunga yang sehat dan menarik arus masuk modal.
Namun, Satria memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga selama sisa tahun ini untuk menghindari permintaan domestik yang berlebihan. Pasalnya, setiap kenaikan suku bunga akan menyebabkan kelemahan yang signifikan dalam rupiah dan cadangan devisa.
Dia mengatakan semakin tinggi kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh The Fed dan bank sentral lainnya, semakin cepat tingkat inflasi di negara tersebut akan turun, dan semakin cepat bank sentral akan kembali melakukan pelonggaran.
Jika bank sentral global bergerak menurunkan suku bunga tetapi BI memilih untuk mempertahankan suku bunga, kemungkinan akan terjadi normalisasi perbedaan tingkat imbal hasil yang akan menyebabkan kembalinya arus masuk asing.
“Untuk ekonomi Indonesia, skenario blue-sky di sini, perbedaan tingkat imbal hasil yang lebar, inflasi yang rendah, pertumbuhan PDB yang sehat, surplus perdagangan yang besar, pada akhirnya dapat memperkuat rupiah lebih jauh ke bawah Rp14.000 per dolar AS pada 2023, menurut pandangan kami,” kata Satria.