Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setumpuk Pekerjaan Rumah untuk Ketua OJK Mahendra Siregar

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memiliki setumpuk pekerjaan rumah, mulai dari permalasahan AJB Bumiputera hingga perkembangan bank digital di tengah isu sistem IT perbankan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (layar kiri) saat pelantikan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Rabu (19/7/2022).
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (layar kiri) saat pelantikan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Rabu (19/7/2022).

Bisnis.com, JAKARTA — Selama 5 tahun ke depan, sebagai dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar dan kawan-kawan punya tanggung jawab sangat besar menjaga perekonomian Indonesia. Di pundak mereka, aset sektor keuangan senilai lebih dari Rp13.000 triliun harus dijaga. 

Mahendra resmi menjabat sebagai pimpinan OJK hari ini, Rabu (20/7/2022). Pagi tadi, dia bersama Mirza Adityaswara, Dian Ediana Rae, Inarno Djajadi, Ogi Prastomiyono, Issabella Wattimena, Friderica Widyasari Dewi, Doni Primanto Joewono, dan Suahasil Nazara dilantik oleh Mahkamah Agung dan mengucap sumpah jabatan. 

Sebagaimana diketahui, industri jasa keuangan bergerak cepat dan sangat lincah dalam 5 tahun terakhir. Inovasi-inovasi baru di era digitalisasi bermunculan. Sebut saja terobosan metaverse yang dilakukan oleh sejumlah bank-bank besar, di saat keandalan sistem IT mereka masih perlu ditingkatkan.

Contoh lainnya mungkin perkembangan bank digital yang ke depan akan makin banyak, sehingga persaingan makin ketat. Mari kita bayangkan. Dengan persaingan yang ada saat ini saja, sejumlah bank digital memberikan bunga tabungan dan deposito tinggi kepada nasabah, di atas bunga yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bagaimana nanti?

Dalam catatan Bisnis, ke depan terdapat beberapa bank digital lagi yang akan muncul seperti Bank Mayora yang akan diperkenalkan oleh BNI dalam waktu dekat, Bank Bumi Arta, Hijra, Bank Fama, We Lab Bank dan lain sebagainya.

Selain hal-hal di atas, sejumlah ekonom pun memberikan catatan tentang apa yang perlu ditingkatkan oleh DK OJK baru. Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan pekerjaan rumah pertama yang perlu dilakukan oleh DK OJK periode 2022-2027 adalah konsolidasi internal. Saat ini semua sektor di industri keuangan saling terkait, sehingga perlu dipertimbangkan bagaimana integrasi terjadi, khususnya untuk konglomerasi.

“Sehingga mudah bagi OJK dalam melakukan pengawasan terintegrasi,” kata Amin.

Selanjutnya, ujar Amin, adalah peningkatan literasi masyarakat tentang layanan jasa keuangan. Perlu ada edukasi yang terstruktur, sistematis dan ada mekanisme kontrol dari sisi regulasi, industri sehingga masyarakat aman dan nyaman dalam menggunakan layanan.

IKNB banyak masalah

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan DK OJK perlu menaruh perhatian khusus kepada sektor industri keuangan non-perbankan (IKNB) seiring dengan banyaknya masalah yang muncul di industri tersebut dalam 5 tahun terakhir.

Bukan tanpa alasan Abdul mengatakan hal demikian. Merujuk pada berbagai sumber, terdapat beberapa perusahaan asuransi yang bermasalah dalam 5 tahun terakhir. Salah satu yang terkenal adalah kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Selain itu, kasus asuransi AJB Bumiputera 1912, PT Asabri, dan WanaArtha Life juga menyorot perhatian publik, begitupun dengan produk-produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau Unit Link.

“Itu [sektor keuangan non perbankan] menjadi sumber masalah utama sektor keuangan di Indonesia,” kata Abdul.

Pekerjaan rumah lainnya, kata Abdul, adalah memperdalam sektor keuangan di Indonesia. Dalam beberapa rasio, Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lainnya misalnya rasio uang beredar dalam arti luas (M2) terhadap PDB dan rasio kredit terhadap PDB.

“Padahal kita termasuk negara yang besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat,” kata Abdul.

Dari sisi perbankan, kata Abdul, DK OJK perlu strategi khusus untuk mengurangi jumlah bank yang terlalu banyak. Menurutnya lebih baik jumlah bank sedikit tetapi kokoh, daripada banyak tetapi kecil-kecil asetnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan tantangan OJK adalah pandemi Covid-19 yang masih ada dan ancaman krisis global yang akan sangat berdampak kepada perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.

“DK OJK yang baru harus mengantisipasi kedua hal ini dengan cepat dan tepat sebagaimana DK OJK yang lama,” kata Piter.

Piter menambahkan DK OJK juga harus melanjutkan proses transformasi di OJK guna menghadapi tantangan sistem keuangan di era digital, termasuk melakukan percepatan penyelesaian permasalahan yang terjadi khususnya di industri asuransi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper