Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI akan membahas omnibus law keuangan atau RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pada masa sidang pertama 2022/2023. Sebagaimana diketahui anggota dewan saat ini tengah memasuki masa reses atau istirahat hingga 15 Agustus 2022.
Anggota Panja RUU PPSK Hendrawan Supratikno mengatakan saat ini rancangan telah disetujui oleh Komisi XI untuk diharmonisasikan di Badan Legislasi (Baleg). "Setelah harmonisasi, akan diparipurnakan untuk disakan sebagai RUU inisiatif DPR. Baru RUU dikirim kepada Presiden untuk kemudian masuk tahap pembahasan," katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Adapun dalam draf yang diperoleh Bisnis, salah satu sorotan dalam RUU PPSK adalah hilangnya klausul mengenai larangan anggota dewan gubernur untuk menjadi pengurus dan atau anggota partai politik. Dengan demikian bila aturan ini lolos, dewan gubernur BI dapat menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Selain itu omnibus law keuangan juga meracik obat baru untuk penyelamatan bank gagal, yang disebut Bank Dalam Resolusi. Dalam ketentuan itu, sebuah bank dikatakan dalam resolusi setelah dinyatakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usaha, serta tidak dapat disehatkan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki OJK.
Adapun, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan tindakan resolusi kepada bank tersebut dengan empat skema. Pertama, mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada bank penerima.
Kedua, mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada bank perantara. Ketiga, melakukan penyertaan modal sementara, sedangkan keempat, melakukan likuidasi.
Baca Juga
Ketentuan itu berbeda jika dibandingkan dengan skema yang diatur dalam UU No. 9/2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Beleid tersebut menyatakan bahwa penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik oleh LPS dilakukan dengan tiga cara.
Pertama, mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank sistemik kepada penerima. Kedua, mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank sistemik kepada bank perantara. Ketiga, melakukan penanganan Bank sesuai dengan UU mengenai LPS.
Selama ini, penanganan pada bank gagal berdampak sistemik acap menggunakan instrumen fiskal, sebagaimana diatur dalam UU No. 3/2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia.