Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) buka suara soal hak kekayaan intelektual (HKI), seperti film, lagu bahkan konten YouTube, sebagai jaminan kredit bagi nasabah.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyampaikan saat ini emiten bersandi saham BBCA itu tengah mencari tahu common practice atau praktek umum jaminan HKI di dunia perbankan dengan berkonsultasi dengan JP Morgan, Citibank, DBS, dan beberapa bank internasional lainnya.
“Menurut saya, kita mungkin akan mempertimbangkan hal itu [hak kekayaan intelektual] sebagai jaminan tambahan, jadi bukan jaminan satu-satunya, karena kita tahu namanya kredit itu kan bisa berbagai macam jaminan. Kita mungkin akan coba mempertimbangkan sebagai jaminan tambahan, bukan jaminan utama,” jelas Jahja dalam konferensi pers paparan kinerja secara daring, Rabu (27/7/2022).
Namun, Jahja menambahkan pihak bank juga harus meminta penilaian dari pihak independen untuk menerima penjaminan HKI, mulai dari value, cash flow, serta dari sisi legal.
Dia menilai konsep HKI sebagai salah satu bentuk jaminan atau agunan kredit merupakan sebuah terobosan.
"Kami akan pelajari lebih mendalam. Saya pikir ini suatu terobosan yang baik sekali. Namun dalam pelaksanaan, tentu kita harus lebih mendalami dan mempelajari segala aspek, dari aspek legal dan aspek pelaksanaan realisasinya di lapangan,” terangnya.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 yang memperbolehkan lembaga keuangan seperti bank maupun nonbank untuk menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan utang. Kini, para pelaku ekonomi kreatif akan dengan mudah mendapatkan sumber pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun nonbank.
Mengutip PP Nomor 24/2022, persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual paling sedikit terdiri dari proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Adapun, berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2015, terdapat 16 subsektor ekonomi kreatif, di antaranya arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, serta film, animasi, dan video. Kemudian diikuti dengan fotografi, kriya, kuliner, musik, fashion, aplikasi dan game developer, penerbitan, periklanan, televisi dan radio, seni pertunjukan, dan seni rupa.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan beleid tersebut menjadi kesempatan bagi perbankan untuk mendapatkan peluang guna mengekspansi kredit.
Amin berharap baik bank maupun industri keuangan yang menyalurkan kredit atau pembiayaan syariah banyak belajar lagi lebih dalam ketentuan tersebut untuk melihat celah risiko dan memitigasi risiko yang mungkin akan muncul ke depan, seperti risiko hukum hingga risiko kredit.