Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah pertumbuhan sektor financial technology (fintech) yang semakin pesat, perempuan masih belum sepenuhnya mendapatkan kesempatan berkarir yang setara.
Hal tersebut tergambar dalam riset International Monetary Fund (IMF) tahun 2022 yang menemukan hanya sebanyak 10 persen perempuan yang berada di puncak kepemimpinan perusahaan fintech.
Dari temuan itu, IMF mendorong perlunya kesempatan profesional yang setara di industri teknologi bagi perempuan. Merujuk dari berbagai studi di Asia Tenggara, IMF mendapati bahwa representasi perempuan semakin menurun di jenjang karir senior.
Dari sebanyak 32 persen tenaga kerja perempuan di sektor teknologi, hanya 15 persen di antaranya yang menempati puncak kepemimpinan. Padahal, dalam kenyataannya peran perempuan dapat berkontribusi pada performa bisnis yang lebih baik.
Terkait riset IMF tersebut, Claudia Kolonas, Co-Founder startup investasi Pluang mengatakan bahwa lingkungan bisnis dan dunia kerja yang lebih inklusif terutama terhadap perempuan dapat mengoptimalkan potensinya di bidang profesional.
“Pesatnya pertumbuhan Pluang tentunya tidak terlepas dari dukungan dan kepercayaan terhadap saya sebagai seorang perempuan. Sayangnya, banyak talenta perempuan di sektor fintech yang merasa belum mendapat dukungan ataupun kesetaraan untuk berkarya di bidang ini,” kata Claudia, dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/08/2022).
Baca Juga
Untuk itu, Claudia mendorong agar ekosistem fintech perlu lebih mengakomodasi kiprah dan keterlibatan perempuan, khususnya untuk mendorong inovasi dalam era ekonomi digital yang dihadirkan pemimpin perempuan di sektor teknologi dan finansial.
Menurut data Harvard Business Review 2021, keberadaan perempuan di puncak kepemimpinan membuat perusahaan lebih terbuka pada perubahan sekaligus cenderung memitigasi risiko serta fokus pada research & development.
Pluang sendiri, sambung Claudia, telah memiliki dua C-Level perempuan di puncak kepemimpinannya dan hal ini membawa kebaruan perspektif dalam memandang kebutuhan finansial masyarakat.
Menurut Claudia, ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam sektor fintech.
Pertama, meningkatkan visibilitas pemimpin perempuan di industri fintech melalui partisipasi dalam acara-acara publik, maupun program pelatihan untuk pengusaha perempuan. Kedua, memperkuat startup yang dirintis oleh perempuan.
“Investor perlu peka terhadap gender bias yang dapat mempengaruhi penilaian mereka terhadap ide bisnis dari founder perempuan, terutama di sektor yang didominasi laki-laki seperti fintech,” kata Claudia.
Terakhir, keterwakilan para pemimpin perempuan perlu menjadi budaya profesional baru yang sangat mungkin dicapai dan bermanfaat bagi pertumbuhan sektor fintech.
“Hampir 30% proporsi karyawan di Pluang telah ditempati oleh perempuan. Keterwakilan perempuan di posisi-posisi strategis juga terus kami dorong, dengan hampir seperlima posisi mid-senior management yang diampu oleh perempuan dan semoga bisa jadi rujukan perusahaan lain di industri teknologi,” jelas Claudia.
Pandangan Claudia senada dengan Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani yang mengatakan ada peluang pertumbuhan 28 triliun dolar AS pada ekspansi PDB global di tahun 2025 jika perempuan dan laki-laki berpartisipasi secara setara sebagai pengusaha.
Menurut Shinta, peluang itu merujuk pada riset McKinsey yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan komposisi gender yang lebih seimbang memiliki kemungkinan 21 persen lebih besar untuk mencapai pemasukan lebih banyak.
“B20 Indonesia akan menjembatani dan mengatasi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam dunia bisnis melalui rekomendasi kebijakan yang ditargetkan dan tindakan yang berfokus pada kemajuan perempuan dalam bisnis,” kata Shinta Kamdani, beberapa waktu lalu.
Terkait kesetaraan gender dalam dunia bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam berbagai kesempatan seringkali menyinggung tentang kepemimpinan perempuan.
Dalam G20 Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI), Sri Mulyani mendorong agar fintech berperan aktif untuk meningkatkan produktivitas dan inklusi keuangan bagi kaum perempuan.
Perempuan tentunya perlu lebih banyak mendiskusikan dan merumuskan tantangan yang dihadapi perempuan di pelbagai sektor bisnis dan mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan sekaligus menguatkan literasi keuangannya.