Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit di perbankan terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan bahwa kondisi perekonomian mulai membaik. Kendati demikian, sektor akomodasi dan makanan serta minuman (mamin) dinilai masih membutuhkan restrukturisasi kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan kondisi restrukturisasi kredit di perbankan yang pada saat puncak pandemi Covid-19 mencapai hampir Rp850 triliun, berdasarkan data Juli 2022 telah turun ke Rp560 triliun.
“Ini menunjukkan bahwa hampir 40 persen dari kredit yang direstrukturisasi tadi sudah dapat kembali sehat atau keluar dari program restrukturisasi,” kata Mahendra dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi XI, Rabu (31/8/2022).
Dia menambahkan pada Agustus 2020 jumlah debitur restrukturisasi kredit mencapai 6,84 juta, pada Juli 2022 turun menjadi 2,94 juta. Mahendra menyebut para debitur tersebut masih memerlukan program restrukturisasi kredit.
Adapun sektor yang masih membutuhkan restrukturisasi kredit, kata Mahendra, yang utama adalah sektor akomodasi dan makanan serta minuman. Proporsi restrukturisasi kredit di sektor tersebut masih konsisten di level yang cukup tinggi yaitu sebesar 43,69 persen.
Kemudian satu sektor lain yang cukup mencolok juga, ujar Mahendra, adalah sektor real estate dan sewa dengan proporsi restrukturisasi kredit 17,9 persen per Juli 2022. Pada Desember 2021, proporsi restrukturisasi kredit di sektor real estate dan sewa sebesar 24,79 persen.
“Sampai Juli 2022 sektor akomodasi, makanan dan minuman masih 43 persen lebih menjalankan restrukturisasi kredit di perbankan,” kata Mahendra.
Mahendra mengatakan OJK menetapkan ambang batas 20 persen dari masing-masing sektor, yang digunakan untuk menunjukkan lapangan usaha tertentu yang masih memerlukan restrukturisasi kredit atau tidak.
“Jika dilihat dalam ambang batas demikian, maka secara menyeluruh, kecuali sektor akomodasi dan mamin, maka secara prorata sektor lain tidak membutuhkan restrukturisasi kredit lebih lanjut, karena tren pelandaiannya sedang terjadi dan di lain pihak restrukturisasi kredit itu sendiri masih akan berlangsung sampai Maret 2023,” kata Mahendra.