Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memberi kesempatan kepada sejumlah perusahaan asuransi bermasalah, seperti Wanaartha Life, AJB Bumiputera, hingga Kresna Life untuk melakukan upaya penyehatan perusahaan. OJK tak ingin tergesa-gesa meningkatkan sanksi ke pencabutan izin usaha, meski permasalahan likuditas tak kunjung teratasi.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan, sesuai peraturan memang ada batas waktu tertentu bagi perusahaan asuransi untuk segera mengatasi permasalahannya. Namun, hingga saat ini, OJK masih memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan asuransi untuk menyampaikan rencana penyehatan keuangannya.
Adapun, PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) dan PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) saat ini telah dijatuhi sanksi pembekuan kegiatan usaha (PKU) untuk seluruh kegiatan usaha perseroan. Bila penyebab penjatuhan sanksi tersebut tak juga diatasi, langkah pengawasan OJK selanjutnya adalah berupa pencabutan izin usaha.
"Jangka waktu sebenarnya ada, tapi kembali kami sampaikan kami bukan eksekutor. Kalau kami kaku terhadap aturan, kami cabut-cabut [izin]. Tapi ekspektasi pemegang polis enggak gitu, mereka tidak peduli ada pidana dan sebagainya, yang penting uang mereka balik," ujar Nasrullah, dikutip Rabu (14/9/2022).
Dia menuturkan bahwa OJK mencoba untuk dapat mengakomodasi kepentingan pemegang pilis sehingga OJK berupaya sebisa mungkin agar perusahaan asuransi bermasalah masih bisa terselamatkan.
"Itu proses yang sedang kami lakukan sekarang terhadap semua asuransi bermasalah," katanya.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, OJK akan terus mendesak para pihak yang bertanggung jawab atas Wanaartha Life, Kresna Life, maupun AJB Bumiputera, untuk menyelesaikan permasalah yang ada. Dia memastikan OJK akan mematuhi setiap tahap proses pengawasan terhadap asuransi yang tak memenuhi ketentuan.
"Kami menunggu apakah mereka lakukan RPK dengan penambahan modal atau bagaimana. Kalau enggak bisa lakukan itu, OJK bisa lakukan tindakan lebih jauh, yaitu pencabutan izin usaha. Habis Itu harus ada pembubaran, ada tim likuidasi. Kemudian pembagian hasil likuidasi ke pihak-pihak tertentu," tutur Ogi.
Bila terjadi likuidasi, pemegang polis belum tentu terjamin mendapatkan pengembalian dananya. Ogi mengatakan, hasil dari aset-aset perusahaan yang dilikudiasi sesuai aturan akan diperuntukkan terlebih dulu untuk pembayaran pajak, gaji pegawai, baru kemudian kewajiban ke pemegang polis.
"Pemegang polis nomor berapa, belum tentu kebagian. Tapi kami akan mendorong, memaksa pemegang saham untuk bisa selesaikan itu," kata Ogi.