Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law Keuangan, Merger dan Akuisisi Bank Mesti Izin LPS

Sebelumnya bank hanya perlu mengantongi izin OJK untuk melakukan aksi korporasi merger dan akuisisi.
Ilustrasi aksi korporasi, termasuk merger dan akuisisi. /Freepik.com
Ilustrasi aksi korporasi, termasuk merger dan akuisisi. /Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Draf final Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan memberikan kewenangan lebih kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pasal 28 UU Nomor 7/1992 tentang Perbankan yang mengatur penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan bank diubah. Dalam Ayat 2 tertulis bahwa aksi korporasi tersebut harus mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS.

Kemudian pada Ayat 4 tertulus bahwa ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan bank serta konversi atau integrasi diatur dalam Peraturan OJK dan Peraturan LPS.

Sebelumnya Pasal 28 UU 7/1992 mengatur merger dan akuisisi perbankan dapat dilakukan setelah mendapatkan izin menteri keuangan yang telah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia (BI).

Kemudian OJK menerbitkan POJK 41/2019 pada 23 Desember 2019. Aturan ini membuat Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum tidak berlaku.

Menurut POJK 41/2019, bank hanya perlu mengantongi izin dari OJK untuk melakukan penggabungan, pengambilalihan, dan pemisahan bank. Setelah mendapatkan izin dari otoritas, bank mengajukan perubahan anggaran dasar kepada menteri hukum dan HAM.

Diketahui, saat ini Omnibus Law Keuangan telah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dilanjutkan menjadi RUU usulan DPR RI. RUU ini akan dibahas pada masa sidang 2022/2023.

Dengan ditetapkan rancangan undang–undang ini menjadi inisiatif DPR, maka pemerintah yang juga memiliki visi sama untuk menata ulang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan hubungan dengan eksekutif relatif tidak akan banyak hambatan.

Pemeritah hanya perlu memberi koreksi atas pasal–pasal yang sudah disusun dan disepakati DPR. Berbeda jika sebaliknya menjadi usulan pemerintah, maka eksekutif harus mendapatkan persetujuan sembilan fraksi di DPR RI untuk dapat melakukan pembahasan lanjutan hingga disahkan menjadi udang–undang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khadafi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper