Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) meminta agar perbankan saat ini tidak perlu menaikan suku bunga kredit sebab likuiditas perbankan masih tergolong aman.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, alat likuid perbankan yakni dana pihak ketiga (DPK) saat ini masih tinggi, yakni 27 persen.
"Kami pastikan likuiditas di perbankan lebih dari cukup. Ini masih tinggi bagi perbankan untuk terus salurkan kredit dan tidak perlu harus sesuaikan kenaikan suku bunga kreditnya," ujarnya dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022).
BI juga optimistis kredit perbankan akan naik. Kredit perbankan diperkirakan akan tumbuh mencapai 11 persen pada tahun ini. Sementara itu, pertumbuhan kredit pada Agustus 2022 mencapai 10,62 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Perry menuturkan, BI melakukan sejumlah upaya dalam mendorong kredit tersebut. Tahun ini, BI mengeluarkan kebijakan berupa pelonggaran giro wajib minimum (GWM) bagi bank yang memberikan pembiayaan kepada sektor prioritas dengan ukuran tertentu.
Berdasarkan aturan BI, perbankan mendapat insentif dengan kisaran 0,2-0,5 persen terhadap kewajiban GWM apabila bank menyalurkan kredit kepada sektor prioritas, pencapaian rasio pembiayaan inklusif makroprudensial dan atau pembiayaan lain yang ditetapkan BI.
Baca Juga
Meski begitu, dalam 2 bulan terakhir BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) sehingga menjadi 4,25 persen.
Perry mengatakan, keputusan tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk memastikan inflasi kembali pada sasaran 2–4 persen pada kuartal III/2022.
“Kami meyakini bersama pemerintah, kami bisa mencapai itu sehingga inflasi pada kuartal III/2023 akan berkisar 3,5–3,6 persen dan pada kuartal IV/2023 akan kembali sekitar 3 persen,” jelasnya.
Sementara itu, Director of Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia Kunardy Lie mengatakan, kenaikan suku bunga itu juga akan berpengaruh ke kinerja perbankan.
"Bank akan menyeimbangkan portofolionya," ungkapnya di sela acara signing ceremony penyaluran pendanaan Rp500 miliar dari Bank DBS Indonesia pada awal bulan ini (7/10/2022).
Bank DBS Indonesia pun, katanya, akan berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman ke sejumlah sektor berdasarkan profil risikonya. Menurutnya, ada sejumlah sektor yang mengalami penurun daya beli.
"Misalnya konsumsi barang mewah, pasti akan berkurang. Kemudian, pembelian produk otomotif akan turun karena bunganya naik terus," ujarnya.
Selain itu, kenaikan suku bunga akan membuat perbankan mengelola margin dari aset dan liabilitas secara kompleks.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Rudi As Aturridha juga menuturkan bahwa kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia membuat perbankan mesti menyesuaikan suku bunga simpanan dan kredit. Diproyeksikan, bank-bank akan membutuhkan waktu penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit dalam 3 – 6 bulan ke depan.
“Penyesuaian ke dalam bunga kredit juga akan sangat bergantung kepada kualitas kredit di masing-masing bank sehingga adjustment tidak akan menimbulkan potensi kenaikan NPL [non-performing loan] ke depannya,” ujarnya kepada Bisnis, bulan lalu.
Selain itu, kata Rudi, kondisi lain yang menjadi pertimbangan antara lain likuiditas pasar dan struktur biaya dana atau cost of fund untuk suku bunga dana. “Ke depannya, kami akan terus memantau perkembangan suku bunga acuan, posisi likuiditas, dan kompetisi di pasar, agar rate yang kami berikan ke nasabah tetap kompetitif,” pungkasnya.
Rudi menambahkan bahwa dari sisi industri, kondisi perbankan Indonesia saat ini cukup baik dengan permodalan yang kuat dan kondisi likuiditas terjaga baik. Pertumbuhan kredit juga terus berakselerasi sejalan dengan pemulihan ekonomi.