Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI Ingatkan Bank: Jangan Buru-buru Naikkan Suku Bunga Kredit!

Bank Indonesia (BI) meminta perbankan agar tak buru-buru menaikkan suku bunga kredit, meski BI sudah mengerek suku bunga acuan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) meminta perbankan untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunga kredit, walapun bank sentral sudah mengerek suku bunga acuan. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengingatkan hal itu dikarenakan likuiditas di perbankan yang masih sangat longgar sehingga transmisi kenaikan suku bunga acuan ke suku bunga kredit perbankan akan lebih lama.

“Karena likuiditasnya sangat longgar, sehingga bank tidak harus buru-buru menaikkan suku bunga kreditnya,” kata Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2022, Kamis (3/11/2022).

BI mencatat, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) per September 2022 masih tinggi, mencapai 27,35 persen. Oleh karena itu, Perry mengatakan kenaikan suku bunga acuan oleh BI masih menjadi faktor positif bagi perbankan dalam menyalurkan kredit.

Sebagaimana diketahui, BI sejak Agustus 2022 telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 poin menjadi 4,75 persen. Perry mengatakan alasannya menaikkan suku bunga acuan sebagai langkah front loaded, preemptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi, dan mengembalikan inflasi inti ke sasaran 2–4 persen pada semester I/2023.

Selain itu, keputusan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global yang tinggi. Perry mengatakan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan, BI juga terus melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif.

Pertama, BI mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen, rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84–94 persen, serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen.

Kedua, BI melanjutkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti, bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu.

Kebijakan ini untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Desember 2023.

"BI juga melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaran bermotor baru, juga berlaku hingga 31 Desember 2023," jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper