Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Umum Turun Kasta Menjadi BPR Karena Kurang Modal, Apa Kerugiannya?

Bank yang gagal memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun, selain penurunan status menjadi BPR tetapi juga terancam kehilangan nasabah besar.
Layar menampilkan Direktur Riset CORE Piter Abdullah saat diskusi panel sesi 3 Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022 yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Abdurachman
Layar menampilkan Direktur Riset CORE Piter Abdullah saat diskusi panel sesi 3 Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022 yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Bank yang gagal memenuhi ketentuan modal inti minimum pada tahun ini diperkirakan tidak hanya mengalami penurunan status menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), tetapi juga terancam kehilangan nasabah besar.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 12/POJK.03/2022 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank diminta memiliki modal inti Rp3 triliun pada akhir 2022 ini. Jika gagal memenuhi ketentuan, bank umum tersebut terancam mergerself-liquidation atau likuidasi sukarela, hingga turun kasta menjadi BPR. Hingga September 2022, terdapat 15 emiten bank yang belum memiliki modal inti Rp3 triliun sedangkan secara keseluruhan ada 23 bank.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa penurunan kasta bank umum menjadi BPR tidak akan berdampak negatif terhadap kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan di Indonesia.

“Nasabah tidak akan kehilangan simpanannya [karena dijamin LPS], tapi bank yang bersangkutan sangat berpotensi kehilangan nasabahnya, terutama nasabah besar. Karena akan pindah ke bank umum [dibandingkan BPR] yang memberikan lebih banyak kemudahan transaksi,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (14/11/2022).

Menurut Piter, bank yang sejauh ini belum mampu memenuhi kewajiban modal inti memang harus bekerja ekstra untuk segera memenuhi ketentuan tersebut agar tidak sampai turun kasta. Sebab, bank bisa kehilangan segalanya jika melewatkan batas waktu pemenuhan modal inti.

“Ketentuan modal inti minimum ini adalah kebijakan yang baik dengan tujuan memperkuat permodalan bank hingga mampu bersaing di era digital. Kinerja bank akan lebih baik ketika ditopang oleh modal yang lebih besar,” pungkasnya.

Saat ini emiten bank yang belum memiliki modal Rp3 triliun tengah berjibaku melakukan aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue.

PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), misalnya, baru saja mendapatkan pernyataan efektif rights issue dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerbitkan sebanyak-banyaknya 2.617.133.843 atau 2,61 miliar lembar saham.

Emiten bersandi saham BBYB ini mendapatkan pernyataan efektif dari OJK pada Kamis (10/11/2022). Dalam aksi korporasi tersebut, perseroan menetapkan harga pelaksanaan sebesar Rp650 per saham sehingga jumlah dana ditargetkan mencapai Rp1,7 triliun.

Aksi rights issue tersebut menjadi komitmen emiten berkode saham BBYB ini untuk memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku, termasuk pemenuhan modal inti yang dipatok Rp3 triliun pada 2022. Sampai dengan kuartal III/2022, ekuitas BBYB tercatat Rp2,25 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper