Bisnis.com, JAKARTA - Investor dinilai perlu lebih bersiap untuk menghadapi kondisi ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian pada 2023.
Hal itu terungkap dalam Danamon Wealth Series yang dihelat PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) dengan menggandeng PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), di Surabaya, Kamis (8/12/2022).
Melalui Danamon Wealth Series bertajuk Surviving The High Interest Rate Environment tersebut, Bank Danamon berkomitmen memberikan solusi dan pilihan cerdas kepada nasabah sehingga dapat mengambil keputusan dalam berinvestasi di tengah era ketidakpastian pada 2023.
Direktur Bank Danamon Rita Mirasari mengatakan para ekonom memprediksikan bahwa situasi ekonomi dunia tahun depan penuh ketidakpastian akibat tingginya inflasi dan potensi resesi. Di tengah kondisi tersebut, jelas dia, Danamon berkomitmen untuk terus tumbuh bersama para nasabah.
Salah satu cara yang dilakukan Danamon adalah dengan menggelar kegiatan rutin Danamon Wealth Series yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai proyeksi ekonomi, tren, dan solusi investasi bagi para nasabah. Melalui acara ini, Danamon bersama dengan BPAM bersinergi memberikan navigasi dan gambaran yang jelas mengenai arah dan tren ekonomi ke depan.
“Tujuannya untuk menghadapi tahun yang baru agar bisa mengambil keputusan investasi yang cermat dan tepat,” ujar Rita dalam siaran pers, Jumat (9/12/2022).
Baca Juga
Dia menuturkan, nasabah perlu lebih bersiap diri pada 2023 karena sepanjang tahun ini, The Federal Reserve telah menaikkan tingkat suku bunga di Amerika Serikat sebesar 375 basis poin. Langkah itu menjadi salah satu kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral AS guna menahan laju inflasi yang sampai dengan Oktober 2022 masih berada pada level 7,7%.
Meskipun sudah menunjukkan penurunan, jelasnya, inflasi AS masih jauh dari target The Fed yaitu dua persen. The Fed diperkirakan masih mempertahankan kebijakan moneter yang ketat ke depannya hingga target inflasinya tercapai.
Selain itu, kebijakan-kebijakan kenaikan suku bunga yang diambil oleh Bank Sentral di dunia diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, tingkat suku bunga yang tinggi pada periode ekonomi belum benar-benar pulih dari pandemi Covid-19 diperkirakan menjadi tantangan bagi dunia industri, investasi, maupun pertumbuhan ekonomi pada 2023.
Sementara dari sisi domestik, Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan potensi ketahanan ekonomi yang mumpuni. Bahkan, IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia masih akan bertumbuh di level lima persen pada 2023.
Dia menilai inflasi yang masih terjaga di level 5,4 persen dan nilai tukar rupiah yang masih terjaga membuat urgensi dari Bank Indonesia untuk menerapkan kebijakan suku bunga yang ketat belum terlalu tinggi. "Namun demikian Bank Indonesia telah melakukan langkah pre-emptive dengan melakukan kenaikan suku bunga ke 5,25 persen," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menyatakan bahwa sektor riil Indonesia akan didukung oleh simpanan dari keuntungan komoditas yang lalu, kendati akan menghadapi tantangan dari sisi inflasi dan tingkat suku bunga yang tinggi.
Perbaikan di sisi permintaan domestik akan menyebabkan pelebaran neraca transaksi berjalan menjadi minus satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan volatilitas di nilai tukar sehingga bisa menekan tingkat rupiah pada paruh pertama 2023. Adapun, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih akan dapat bertumbuh sampai dengan 5,3 persen pasar 2023.
Sementara dari pasar obligasi, Wisnu berpendapat bahwa pada 2023 akan ada risiko ketidakseimbangan penawaran dengan permintaan yang moderat. Aliran dana asing ke pasar obligasi dinilai masih akan terbatas dengan kondisi real yield obligasi Indonesia dibandingkan dengan negara lain.
“Saya memperkirakan bahwa yield obligasi pemerintah 10 tahun masih bisa tertekan pada awal tahun, sebelum akhirnya menuju ke level 7,02 persen pada akhir 2023,” kata Wisnu.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur BPAM Eri Kusnadi mengatakan ekonomi Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup baik pada tahun depan. Pertumbuhan ekonomi yang masih positif akan mendorong tingkat laba perusahaan, sehingga diperkirakan EPS Growth dari emiten yang ada di bursa saham Indonesia masih akan tumbuh lima persen sampai dengan tujuh persen pada 2023.
Fundamental ekonomi Indonesia seringkali terbukti memiliki resiliensi yang cukup baik dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia. Namun demikian kita tetap perlu mewaspadai dampak dari sentimen negatif yang tetap dapat mempengaruhi pergerakan pasar modal dalam negeri.
“Volatilitas dan fluktuasi mungkin terjadi bisa dimanfaatkan sebagai peluang investasi selama dilakukan secara bijaksana yakni sesuai dengan profil risiko serta dilakukan untuk jangka menengah-panjang,” kata Eri.
Dia menyarankan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, pengelolaan berbasis fundamental active menjadi penting untuk bisa meraih potensi imbal hasil yang menarik dari kelas aset serta sektor-sektor yang mendapatkan dukungan dari kondisi ekonomi saat ini. "Dan investasi di reksa dana BPAM bisa menjawab kebutuhan akan pengelolaan fundamental active tersebut," ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi nasabah, Danamon menghadirkan produk-produk unggulan dari BPAM yang dapat dipilih oleh nasabah seperti Batavia Dana Kas Maxima & Batavia Dana Liquid untuk Reksa Dana Pasar Uang, Batavia Dana Obligasi Ultima untuk Reksa Dana Pendapatan Tetap yang berinvestasi pada instrumen Obligasi sebesar minimal 80 persen dan lain sebagainya.